Pages

Friday, May 31, 2013

Si Farisi

Apa yang ada di benak kita ketika mendengar kata Farisi? Mungkin pikiran kita akan terarah kepada golongan manusia-manusia yang terkenal akan kemunafikannya. Atau mungkin sekelompok orang yang suka cari penghormatan dengan melakukan pencitraan dimana-mana. Karena pencitraan Farisi di kalangan Kristen sebagian besar cenderung buruk, maka kita sering melupakan bahwa ada diantara mereka yang sesungguhnya berbeda. Bahkan karena Yesus mengecam orang-orang Farisi kita jadi punya stigma negatif terhadap semua orang Farisi. Namun taukah dan ingatkah kita bahwa diantara mereka ada yang berbeda?

Ingatkah kita pada seorang Farisi yang mendatangi Yesus? Yang membela-Nya di tengah-tengah golongannnya sendiri ketika Yesus diadili? Yang membawa mur dan gaharu saat pemakaman-Nya? Ya, dialah Nikodemus.

Ingatkah pula akan seorang Farisi yang juga anggota Sanhedrin (Mahkamah Agama) yang membela para rasul pada saat mereka diadili, yang atas nasihatnya akhirnya para rasul dilepaskan? Ya, dialah Gamaliel.

Dan yang paling heboh. Taukah dan ingatkah kita akan murid Gamaliel? Seorang Farisi yang dulunya menganiaya jemaat, yang kemudian bertemu dengan Yesus, dan mengabdikan diri sebagai pelayanan untuk memberitakan injil kepada bangsa-bangsa lain. Seorang yang di kemudian hari termasuk dalam bilangan para rasul. Seorang yang berganti nama dari Saulus menjadi Paulus. Dan tentang Paulus, dialah sosok Farisi yang paling saya kagumi. Keteguhan hatinya, pengetahuannya, keluwesannya, dan dedikasinya sungguh luar biasa.

Paulus tidak menyangkal identitasnya sebagai orang yang dididik dengan mazhab Farisi. Toh sesungguhnya Farisi tidak berarti munafik. Orang Farisi percaya akan adanya kebangkitan, dan itulah yang digunakan oleh Paulus sebagai penjembatan untuk memberi jawaban tentang imannya pada waktu dia diadili. Tanpa kita sadari, kenyataan bahwa orang Farisi percaya akan kebangkitan sesungguhnya menjadi penjembatan untuk pemberitaan injil.

Saya jarang menemukan orang berbicara tentang kefarisian Paulus. Padahal Paulus menjadi seperti sebagaimana dia ada juga merupakan hasil didikan Farisi. Banggakah kita memiliki rasul seorang Farisi? Kalau saya sih bangga sekali. Bukan kepada kefarisian Paulus, tapi kepada Tuhan yang telah menuntun Paulus pada jalan kebenaran. Penganiayaan yang pernah dilakukannya kepada jemaat atau karena kefarisiannya boleh jadi membuat Paulus lebih banyak berkarya di luar orang Yahudi. Hari ini kenyataan masyarakat kita tak jauh berbeda dengan tindakan mengeneralisasi Farisi sebagai golongan munafik. Kadang di antara tetangga muncul pembicaraan,
A: eh, si ***** kok gini ya?
B: pantas, dia kan golongan ini, suku ini, asalnya dari...
Dalam obrolan lain,
C: hati-hati lho sama *****
D: kenapa?
C: dia kan orang ****, sombongnya minta ampun

Pandangan kita yang mengeneralisasi manusia berdasarkan golongannya berpotensi membuat kita tersesat oleh pemikiran yang salah. Sama seperti kebencian menghalangi kita melihat sisi baik seseorang, mengeneralisasi juga menghalangi kita melihat keunikan.

Semoga tulisan ini bermanfaat.

Wednesday, May 22, 2013

Tips Membaca Buku

Buku adalah jendela dunia. Begitulah yang kita pelajari sejak kecil. Bagi orang yang cenderung auditori ketimbang visual seperti saya, membaca buku bisa jadi hal yang kurang menyenangkan. Namun ketika saya menyadari bahwa di bumi ini sumber pengetahuan lebih banyak berupa media visual daripada audio, maka saya memutuskan untuk mencintai buku.

Prinsip saya, entah sudah pernah ditulis di blog ini atau belum, adalah, "cinta itu keputusan, dan keputusan dapat mengarahkan perasaan untuk mengikutinya". Dari era analog sampai digital memang resource untuk menambah wawasan selalu lebih banyak visual daripada audio. Selain itu, audio book juga menimbulkan kendala yaitu ukuran file yang jauh lebih besar daripada ebook. Hal inilah yang membuat saya harus mencintai kegiatan membaca.

Berikut akan saya bagikan tips membaca buku. Tips ini hanya berlaku bagi anda yang telah memutuskan untuk mencintai buku(lebih tepatnya mencintai membaca). Bagi anda yang belum, putuskanlah untuk mencintai buku sekarang sebelum anda menyesal! (berbau ancaman,hehehe). Sebenarnya, untuk apa perlu tips membaca? Jawaban sederhananya agar kita memperoleh sebesar-besarnya manfaat dari buku tersebut. Ada buku yang mudah dan ada yang sulit dipahami. Sampai saat ini saya memiliki satu buku yang sudah dipinjam oleh tiga orang, dan semuanya menyerah untuk menyelesaikannya, padahal buku itu tidak tebal(jangan membayangkan itu buku yang menyeramkan, sadis, atau membosankan). Menurut para peminjam, buku tersebut 'berat'. Dari latar belakang inilah saya berniat menulis tips, yang sebenarnya berdasarkan pengalaman pribadi. Dan inilah tipsnya.

MILIKI NIAT UNTUK BACA SAMPAI SELESAI
Jika kita hanya menyelesaikan separuh buku, bisa jadi hanya separuh manfaat yang kita peroleh. Sering saya temui orang-orang yang setengah tahu, biasanya berlagak tahu. Waspadalah, karena potensi ini juga mungkin terjadi pada kita. Orang yang berlagak tahu biasanya berujung pada mempermalukan diri sendiri, terutama ketika dipertemukan dengan orang yang benar-benar tahu. Saya selalu membaca bab Pendahuluan lebih dahulu karena dari situ saya dapatkan gambaran secara umum apa yang akan diselami di bab-bab berikutnya. Kata pengantar juga cukup penting karena dari sana kita tahu siapa yang me-review buku tersebut dan merekomendasikannya pada kita. Semakin terkenal/berpengaruh/kompeten sosok yang menulis kata pengantar, kita semakin yakin bahwa buku itu berkualitas. Sekali lagi selesaikanlah, terlepas anda mengerti atau tidak.

CATAT HAL YANG DIPAHAMI DAN TIDAK
Dengan mencatat hal yang dipahami, kita memberi efek perekat pada ingatan kita tentang sesuatu yang dicatat. Selain itu kita juga lebih mudah mengaksesnya jika diperlukan. Setelah mencatat hal yang tidak/belum dipahami, berusahalah mencari tahu dengan informasi tambahan, bisa dari googling, buku lain, tanya pakar, dsb. Dengan demikian kita mendapat pencerahan dan menjadi paham. Buatlah catatan setiap selesai membaca, entah itu selesai setengah bab, satu bab, atau lebih. Kadang hal-hal yang tidak kita pahami di bab sebelumnya akan menemui pencerahan di bab berikutnya. Dengan membuat catatan, kita akan mudah mengakses informasi yang ingin kita perdalam dengan cepat. Setelah semua terbaca, rapikan lagi catatan kita supaya lebih sedap dibaca dan memiliki alur yang baik. Catatan ini bisa menjadi rujukan bagi kita maupun orang lain yang hendak membaca buku tersebut.

ULANGI
Kita bukan manusia super yang dapat memahami dengan sempurna seluruh isi buku dalam sekali baca. Kadang kita masih belum paham tentang sebagian isi buku tersebut, setelah dicatat dan cari informasi di luar masih juga belum mendapat pencerahan. It's ok. Teruskan membaca sampai selesai dan ulangi membaca lagi dari awal. Kadang pencerahan didapatkan saat membaca ulang. Tiba-tiba seolah-olah muncul lampu terang(cling!), eureka!!! Bahkan kadang kita mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang hal yang sebelumnya sudah kita pahami. Dengan pengulangan, yang samar semakin terlihat, yang terfragmentasi menjadi utuh.

Demikian tips sederhana membaca buku dari saya. Semoga bermanfaat bagi pembaca yang budiman.
Salam baca.

Wednesday, May 8, 2013

Padi dan Tong

Padi dan tong, mungkin ini dua hal yang tidak umum dimunculkan secara bersamaan dalam satu judul. Ini juga bukan plesetan dari lambang ke-lima dari Pancasila yaitu padi dan kapas. Ini adalah kisah tersendiri antara padi dan tong.


Filosofi padi, semakin berisi semakin merunduk. Semakin hari saya semakin sering bertemu dengan orang-orang sederhana yang luar biasa. Mereka adalah orang-orang dengan kompetensi hebat yang boleh jadi tidak terekspos karena tidak pandai mencitrakan diri sebagai orang hebat. Cara hidup mereka sederhana, perkataan mereka sederhana, namun kesederhanaan itu penuh makna. Saya menyayangkan bahwa kualitas seperti ini yang menurut saya lebih daripada mereka yang berdiri di panggung dan mimbar, harus "tidak terlihat" oleh karena kesederhanaan mereka. Namun ketika berpikir ulang, saya menyadari bahwa setiap pribadi punya peranan dan "panggung" masing-masing di dalam dunia. Toh masih ada orang berisi dan sederhana yang berada di panggung gemerlap, contohnya Jokowi. Orang-orang sederhana ini tidak peduli apakah mereka akan terkenal atau tidak. Yang mereka pedulikan adalah bagaimana dirinya minimal tidak menyusahkan orang lain, terlebih lagi bagaimana mereka dapat menolong orang lain. Kearifan mereka memberi kesaksian bahwa dengan berbagi mereka mengalami multiplikasi, dengan memberi mereka tidak kekurangan, justru makin bertambah-tambah.


Sebaliknya, tong kosong nyaring bunyinya. Orang-orang yang sok tahu atau berlagak tahu biasanya adalah orang-orang yang sedikit tahu. Dengan pengetahuan yang sedikit tapi sudah merasa hebat, orang-orang ini berkoar-koar tentang sesuatu yang sebenarnya hanya mereka ketahui secara dangkal. Harap maklum, awal kita memperoleh pengetahuan adalah saat paling menggairahkan. Dan saat pengetahuan itu digali lebih dalam, biasanya gairahnya tak sehebat saat pertama. Namun lebih baik untuk terus menggali dengan gairah yang meredup daripada muncul ke permukaan dengan pengetahuan yang dangkal. Dari penggalian itu didapati nilai-nilai kearifan, kesederhanaan, keuletan, dan seni mengelola diri. Orang yang terus menggali tahu bahwa diperlukan upaya dan keringat lebih banyak, perhatian lebih banyak, keseriusan lebih banyak, dan kesabaran lebih banyak. Mereka juga mengantisipasi kebosanan, karena sangat sulit untuk tidak bosan melakukan sesuatu di ladang yang sama selama bertahun-tahun. Namun di ladang yang sama itu, saat kita menggali, akan ditemui hal-hal baru yang memperkaya diri dan menjadi obat penawar bagi kebosanan.


Saya akan memberi contoh sederhana yang bisa kita lihat dalam kehidupan sehari-hari tentang dua tipe manusia berdasarkan tingkat keberisiannya. Salah satu contoh tong kosong adalah mahasiswa yang doyan demonstrasi. Menentang ini itu, menolak ini itu, dan menuntut ini itu. Kita bisa teliti seberapa besar demonstrasi itu solutif dan konstruktif. Apakah mereka memberi solusi atau hanya berteriak? Pernah suatu ketika di media seorang mahasiswa diwawancara ketika melakukan demonstrasi dengan pertanyaan, "Apakah anda punya solusi untuk hal ini?", dan dia menjawab, "Biarkan orang-orang di DPR dan pemerintah yang memikirkannya, mereka kan digaji mahal untuk itu". Saya spontan berkata, "Ancen arek longor. Lek gak duwe solusi mbaliko nang kelas ae leee. Sinau sing rajin." (Dasar anak @&%*. Kalau tidak punya solusi belajar saja yang rajin di kelas). Saya tidak anti dengan demonstrasi, tapi perlu digarisbawahi bahwa demonstrasi haruslah solutif, aplikatif, konstruktif, dan kontekstual. Contoh lain adalah diri kita sendiri ketika menonton tayangan olahraga di TV. Kita berperan sebagai supporter sekaligus komentator. Kita mengomentari kesalahan-kesalahan yang terlihat padahal komentar kita tidak bisa mengubah jalannya pertandingan. Kita bahkan tidak bisa lebih baik dari mereka yang kita komentari. Sekarang mari kita lihat contoh orang berisi, mereka banyak sekali di sekitar kita (semoga). Saya bertemu tukang soto, tukang cukur, tukang becak, petani, penjual mainan anak-anak, montir, guru, ibu rumah tangga, dan berbagai macam orang dengan profesinya masing-masing. Mereka adalah profesional di bidangnya. Mereka berdedikasi untuk orang lain, bukan cuma hidup untuk diri sendiri dan keluarganya saja. Orang-orang bersahaja inilah yang membuat saya tersenyum menyaksikan kesederhanaan mereka. Seorang teman pernah berkeluh bahwa sebagian koleganya suka memamerkan kekayaan di jejaring sosial. Saya berkata sederhana saja kepada teman ini, bahwa sesungguhnya mereka yang suka pamer kekayaan itu miskin alias belum berisi. Mereka miskin pengakuan, miskin penghargaan, sehingga berpikir bahwa untuk membuat dirinya dihargai atau dikagumi maka dia perlu memamerkan harta. Jika mereka telah kaya bukan hanya lahir namun juga batin, tentu mereka tidak memamerkan harta lahiriahnya di jejaring sosial.


Untuk mengakhiri tulisan ini, saya akan mengutip pernyataan dari dua tokoh besar yang pernah ada dalam sejarah. Ribuan tahun yang lalu, seorang raja yang termasyur karena kebijaksanaannya berpesan,
Jangan banyak bicara. Orang yang banyak bicara membuat banyak kesalahan. Karena itu, bersikaplah bijaksana dan kendalikanlah lidahmu.
Amsal 10:19 FAYH


Dan seorang Farisi yang sangat saya kagumi menasihatkan,
Bekerjalah bersama-sama dengan senang hati. Jangan berlagak seperti orang besar. Janganlah mengambil hati orang-orang yang penting, melainkan hendaklah Saudara merasa senang bergaul dengan orang biasa. Janganlah menganggap diri Saudara mengetahui segala-galanya.
Roma 12:16 FAYH