Pages

Saturday, July 13, 2013

Cinta dan Benci

Orang bilang cinta dan benci beda-beda tipis.

Jika cinta tidak perlu alasan, maka benci pun seharusnya tidak perlu alasan. Kita mencintai karena keberadaan (eksistensi), bukan karena properti dari keberadaan itu. Hal yang sama berlaku untuk benci. Maka sebaiknya kita maklum jika bertemu orang yang membenci kita tanpa alasan. Itu karena dia membenci keberadaan (eksistensi) kita. Cantik, tampan, baik, kaya, jujur, pengertian, penyabar, dll itu properti. Saat properti tersebut diambil dan kita masih mencintainya, maka sesungguhnya kita sungguh-sungguh cinta. Jika cinta/benci kita masih karena properti berarti kita belum benar-benar mencinta/membenci.

Kalau kita mempertanyakan adakan jenis cinta seperti ini? Jawabannya adalah ada. Namun pembahasan ini akan lebih mudah dipahami oleh para penyembah Tuhan. Tuhan mencintai kita karena kita ciptaan-Nya, bukan karena kita taat kepada-Nya. Tuhan mencintai kita karena kita manusia. Bahkan sekalipun kita tidak menyadari cinta-Nya, Dia tetap mencintai kita. Tidak ada perbuatan kita yang membuat cinta-Nya pada kita bertambah atau berkurang, karena cinta-Nya sempurna dan tak bersyarat.

Luar biasanya, Dia pun memerintahkan kita untuk mencintai manusia lain karena mereka sesama kita, bukan karena kebaikan, keelokan, dan kualitas unggul lainnya. Itu artinya kita pasti sanggup melakukannya, karena kita tahu Tuhan tidak pernah memberikan perintah yang mustahil untuk dilakukan.

Sesungguhnya benci dan cinta adalah soal saklar (switch). Para pembenci sebenarnya adalah mereka yang mencintai dengan jalur yang berlawanan dengan para pecinta. Jika saklar berganti posisi, tidak mengherankan jika mereka akan menjadi pecinta.

@ perjalanan pulang kerja, 9 Januari 2013

Perbuatan Seiring Iman

Indonesia adalah negara dengan ideologi ketuhanan yang bahkan itu diletakkan pada sila pertama dari Pancasila. Kita mencitrakan diri sebagai bangsa yang religius. Secara spesifik, sebagai kristen kita mencitrakan diri sebagai umat beriman dan berkasih. Pada kenyataannya, perkataan kadang tak seiring dengan perbuatan. Di kalangan orang percaya bahkan tidak jarang kita temui orang-orang yang hebat dalam ibadah seremonial tapi bobrok dalam tindakan. Mari kita bahas sejenak tentang hal ini. Yakobus dengan sangat baik dan tegas menuliskan kondisi seperti ini.

Yakobus 2:18-20
Tetapi mungkin ada orang berkata: "Padamu ada iman dan padaku ada perbuatan", aku akan menjawab dia: "Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku."
Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setanpun juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar.
Hai manusia yang bebal, maukah engkau mengakui sekarang, bahwa iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong?


Orang yang berbuat baik belum tentu karena beriman, tetapi orang beriman pasti berbuat baik. Perbuatan bisa menjadi perwujudan isi hati. Jika ada orang mengaku percaya tapi tidak berubah kelakuannya maka patut dipertanyakan kepercayaannya. Dengan sangat keras Yakobus menghajar para pendosa yang mengaku beriman dengan membandingkannya dengan setan.

Jangan pula kita menyangka perbuatan baik kita di masa lalu akan menghapus atau membuat impas pelanggaran dan dosa yang kita lakukan sekarang. Satu-satunya jalan keluar adalah bertobat dan menghasilkan buah pengobatan.

Yehezkiel 33:12-16 Dan engkau anak manusia, katakanlah kepada teman-temanmu sebangsa: Kebenaran orang benar tidak menyelamatkan dia, pada waktu ia jatuh dalam pelanggaran dan kejahatan orang jahat tidak menyebabkan dia tersandung, pada waktu ia bertobat dari kejahatannya; dan orang benar tidak dapat hidup karena kebenarannya, pada waktu ia berbuat dosa.
Kalau Aku berfirman kepada orang benar: Engkau pasti hidup! tetapi ia mengandalkan kebenarannya dan ia berbuat curang, segala perbuatan-perbuatan kebenarannya tidak akan diperhitungkan, dan ia harus mati dalam kecurangan yang diperbuatnya.
Kalau Aku berfirman kepada orang jahat: Engkau pasti mati! tetapi ia bertobat dari dosanya serta melakukan keadilan dan kebenaran, orang jahat itu mengembalikan gadaian orang, ia membayar ganti rampasannya, menuruti peraturan-peraturan yang memberi hidup, sehingga tidak berbuat curang lagi, ia pasti hidup, ia tidak akan mati.
Semua dosa yang diperbuatnya tidak akan diingat-ingat lagi; ia sudah melakukan keadilan dan kebenaran, maka ia pasti hidup.

Matius 3:8 Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan.
Galatia 5:13 Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih.


Kita dimerdekakan dalam Kristus untuk menjadi hamba kebenaran, hamba Kristus. Kemerdekaan sejati adalah beralih dari perhambaan dosa kepada perhambaan kebenaran.

Cara melatih diri untuk menjadi hamba kebenaran adalah dengan melayani sesama oleh kasih. Kasih ditekankan disini. Kita melayani sesama bukan untuk keuntungan pribadi, bukan supaya dipuji manusia, bukan supaya kita balik dilayani, tetapi karena kasih. Kasih tidak bertujuan untuk meminta namun memberi. Kasih tidak memuaskan diri sendiri melainkan obyek yang kita kasihi. Bahkan dalam kasih, obyek sebenarnya adalah subyek juga. Karena dalam kasih, selalu ada saling memberi dan menerima. Terlebih lagi, kebahagian seorang hamba adalah karena kepuasan Sang Tuan atas pekerjaannya.

Biarlah iman yang muncul dari dalam hati kita terwujud dalam tindakan-tindakan kita. Biarlah iman itu terus diperbarui, sehingga tindakan kita pun makin sederhana dan berdampak bagi sesama.

#mobile_blogging

Monday, July 1, 2013

Gersang vs Subur

Perubahan itu konstan. Selalu terjadi perubahan dalam kehidupan. Ada perubahan yang menguntungkan, ada pula merugikan. Ada yang menyenangkan, ada pula yang tidak menyenangkan. Bagaimana kita menilai sebuah perubahan tergantung seluas apa sudut pandang dan pengetahuan kita. Kali ini kita akan menilik salah satu perubahan yang sering terjadi, yaitu perpindahan. Perpindahan dari tempat sebelumnya kita berada menuju suatu tempat yang kemungkinan kondisinya gersang atau subur.

Mari kita bayangkan tempat gersang, dimana hanya makhluk yang punya ketahanan luar biasa yang bisa hidup dan tinggal di dalamnya. Air mungkin saja tersedia, tapi butuh upaya untuk mendapatkannya, yaitu dengan membuat sumur. Untuk membuat sumur perlu menggali, dan setelahnya pun air dari dalam tanah harus ditimba atau dipompa ke atas. Untuk mengolah tanahnya pun perlu upaya lebih lagi. Maka yang terbayang dari lingkungan gersang adalah lingkungan dimana daya dukung kehidupannya sangat buruk. Sebaliknya saat membayangkan tempat subur, mungkin yang tergambar adalah daerah di sekitar sungai yang airnya mengalir sepanjang tahun, bahkan di musim panas. Tentu saja di sekitar aliran air itu tumbuh subur tanaman-tanaman mulai dari rerumputan, pohon-pohon rindang dengan buah yang menggoda selera, serta bunga-bunga yang bermekaran menampilkan semarak warnanya. Di situ kupu-kupu, kumbang, dan burung-burung kecil berkeliaran. Tempat yang subur adalah tempat yang nyaman dimana daya dukung lingkungannya sangat baik.

Kadang kita protes saat ditempatkan pada daerah yang gersang. Kita menginginkan berada di daerah subur, bahkan sekalipun daerah subur tersebut banyak peminatnya dan sudah banyak penghuninya. Padahal sebenarnya ada tantangan pada masing-masing kondisi. Saat kita berada di tempat gersang, pilihan kita adalah menggarap tempat itu supaya subur atau pergi meninggalkannya menuju tempat yang subur. Jika kita berada di tempat subur maka kita harus siap berkompetisi dengan peminat-peminat lainnya untuk mendapat tempat. Reaksi wajar dari sebagian besar manusia ketika berada di tempat gersang adalah berpikir bagaimana cara keluar dari tempat ini secepat mungkin menuju tempat yang lebih baik. Rasa tidak nyaman adalah yang pertama timbul dalam kegersangan. Jika kita berlama-lama dalam kondisi gersang maka kehidupan kita akan lebih cepat berakhir. Karena itu diperlukan upaya supaya hidup kita tidak mengering dan berakhir karena kegersangan.

Beberapa orang, mungkin sebagian besar akan berpikir untuk lari secepatnya. Namun saya tertarik dengan ide sebagian yang mungkin jumlahnya lebih kecil, untuk mengusahakan daerah gersang itu supaya menjadi lebih subur. Orang-orang dengan ide ini saya sebut sebagai pengusaha. Pengusaha melihat situasi sulit sebagai peluang atau kesempatan untuk meningkatkan mutu, sedangkan golongan lainnya melihat situasi sulit sebagai tembok yang sukar bahkan mustahil diruntuhkan. Dan mengenai ini saya ingin berbagi sebuah pandangan kepada para pembaca yang budiman. Manusia di desain untuk menjadi pengusaha. Harap tidak mencampur-adukkan dengan terminologi pengusaha-pegawai. Sejak awal manusia mengemban mandat untuk mengusahakan bumi. Dengan kata lain "bikin hidup lebih hidup". Apapun profesinya, dimanapun tempatnya, bagaimanapun situasinya, manusia di desain untuk meningkatkan mutu apapun yang ditemuinya untuk dikerjakan.

Ide tentang bikin hidup lebih hidup pada esensinya tidaklah berbicara sesempit hidup dirinya sendiri. Justru cara membuat diri lebih baik adalah dengan melakukan sesuatu yang bukan untuk diri sendiri. Sama seperti lingkungan yang gersang, saat kita mengusahakan kesuburannya, maka pada gilirannya, secara otomatis, daya dukung lingkungan untuk kehidupan kita pun meningkatkan. Atau dengan kata lain, pada akhirnya kualitas kehidupan kita akan lebih baik, saat kita mengusahakan agar lingkungan kita jadi lebih baik. Ide ini sederhana, tapi tidak banyak orang yang menyadarinya, apalagi menghidupinya. Semua situasi dan kondisi yang membuat kita harus mengambil keputusan, bertujuan untuk mengingatkan kita akan ide dasar kepengusahaan dunia ini. Tidak ada keputusan tanpa resiko dan konsekuensi. Namun apapun resiko dan konsekuensinya, bertanggungjawablah sesuai keputusan yang kita ambil. Tulisan ini mungkin sederhana dan saya berharap memang begitu adanya, supaya tindakan yang menyertainya pun sederhana.

Jadi, apakah kita mau lari saat ditempatkan pada lingkungan yang gersang? Ataukah kita mau mewujudkan ide untuk mengubah lingkungan yang gersang itu menjadi subur?