Pages

Wednesday, April 13, 2016

Sesuatu Kesayangan

Pagi ini, seperti biasa setelah bangun tidur, saya bergegas turun dari kamar di loteng ke bawah.

Sambil menenteng ponsel, charger, dan botol minuman saya menuruni tangga. Menjelang anak tangga terakhir, tiba-tiba ponsel saya jatuh. Baterenya terlepas sehingga saya harus menyusunnya kembali.

Saat dinyalakan, "jret" ponsel sukses booting. Semua tombol dan soft button berfungsi dengan normal. Tidak ada retak pada layar atau body. Dalam hati merasa lega karena ponsel ini masih cukup tangguh mengingat usianya yang sudah "sepuh".

Namun, beberapa jam kemudian saya menyadari ada yang aneh di sudut bawah layar. Apa??! Muncul beberapa kerusakan pada pixel si mungil. Walaupun cuma sebagian kecil dan tidak mengganggu fungsi secara keseluruhan, namun cacat yang muncul ini cukup mengurangi estetika si mungil.

Setelah makan siang, saya sempat berkomunikasi dengan pasangan. Di situ saya bertutur, "HP ku tadi pagi jatuh pas turun dari tangga. Ada pixel yang rusak". Pasangan saya bertanya, "HP yang mana?". Saya menjawab, "Xperia. Hhffff.... Padahal itu HP kesayangan". Tiba-tiba pasangan nyeletuk, "Makanya, jangan punya barang kesayangan. Kalau Tuhan ambil gimana?".

Kami tertawa, menyadari peristiwa sederhana itu mengingatkan kami bahwa sesuatu yang terlalu berharga dan disayangi itu berpotensi untuk "hilang", terambil dari kita.

Saat sesuatu yang berharga itu hilang maka kekosongan melanda, lalu dengan segera kekosongan itu terisi oleh kesedihan. Sesuatu di sini tidak selalu berupa benda mati. Dia bisa juga berupa hewan, kesenangan, atau orang.

Siap menerima mengandung konsekuensi siap kehilangan. Saya teringat kisah Abraham yang diminta mengorbankan, menyerahkan, satu-satunya anak perjanjian yang dinantikan bertahun-tahun. Anak yang lahir dengan cara ajaib, mengingat sang ibu telah menopouse sebelum ia dikandung. Bahkan Tuhan menentukan cara bagaimana Abraham harus menyerahkan anaknya itu. Dia sendiri lah yang harus menjadi eksekutornya.

Selanjutnya kita tahu, karena kepercayaannya kepada Tuhan, karena kasihnya kepada Tuhan melampaui kasih kepada anaknya, maka dia memilih untuk taat. Ketaatan itu bukan hal murahan. Kadang kita harus menyerahkan apa yang paling berharga yang kita miliki, supaya kita sadar bahwa hanya Tuhanlah satu-satunya milik kita.