Mengasihani diri sendiri dan meratapi nasib tidak akan merubah kenyataan hidup yang sedang dialami. Mungkin dalam kesendirian kita bertanya, "Mengapa aku harus mengalaminya?" atau "Mengapa harus aku yang mengalaminya?" (semoga pembaca yang budiman tahu perbedaan dua kalimat tanya tersebut :D).
Ada dua hal yang perlu direnungkan berkenaan dengan hal ini :
- Hal yang terjadi saat ini berhubungan dengan apa yang dulu pernah terjadi. Ini lebih kepada hubungan sebab-akibat, tabur-tuai, atau aksi-reaksi. Pengalaman hidup hari ini bisa jadi merupakan akibat/tuaian/reaksi dari perbuatan kita/pendahulu kita di masa lalu.
- Hal yang sedang kita alami saat ini adalah proses untuk mempersiapkan kita menerima sesuatu yang lebih besar sesudahnya. Untuk melangkah ke tingkatan yang lebih tinggi, seseorang harus melakukan upaya lebih, yang berarti kapasitasnya harus diperbesar. Orang yang tidak dibekali kemampuan mengelola keuangan yang baik tentu akan kaget ketika tiba-tiba menerima uang Rp 500 juta. Hal itu bisa berujung pada tidak terkelolanya uang itu dengan baik. Bahkan bukan tidak mungkin uang itu habis dalam waktu singkat.
Untuk hal pertama, jika persoalan masa lalu itu belum terselesaikan, maka selesaikanlah dengan baik dan benar. Saat masa lalu itu sudah selesai, mungkin keadaan tidak serta-merta membaik, namun marilah belajar bersabar dan bijaksana melalui proses ini.
Dalam hal kedua, marilah kita berdiam diri dalam keikhlasan. Dalam kesadaran bahwa kita tidak punya hak untuk protes terhadap Pencipta. Karena dibalik proses itu, ada kemenangan besar menanti, bagi kita yang sabar, sadar, dan bersandar kepada-Nya.
@Kedai Qita
7 Desember 2011
17:49 WIB
NB: naskah aslinya ditulis pada 2 carik kertas kecil. Semoga tidak terkesan bertele-tele tubbies :D