Pages

Saturday, December 21, 2013

Selamat Natal



Tanggal 25 Desember 2008 datang sebuah SMS, “Selamat Natal Mas, bla...bla..bla..”, kemudian saya merespon kira-kira begini, “Natal ulang tahunnya siapa? Tuhan Yesus kan. Kok ngucapin ke aku?”. Jawaban saya yang nyegeki (bikin keki) sangat mungkin bikin sang pengirim marah (setidaknya dalam hati), bete, sedih, kesal, dan semacamnya. Hehehe, bukannya saya tidak mau menerima ucapan selamat Natal. Hanya saja kadang saya merasa aneh karena yang ulang tahun bukan saya kok saya yang diberi ucapan. Para pembaca boleh berlega hati karena saya sudah minta maaf kepada sang pengirim SMS, dan di Natal berikutnya saya mengucapkan selamat Natal lebih dahulu kepadanya.

Berangkat dari peristiwa itu, saya mulai merenung dan mencari kian kemari tentang perayaan Natal. Sebenarnya perlukah merayakan Natal di tanggal 25 Desember? Alkitab tidak menuliskan ada perayaan Natal di jemaat mula-mula, bahkan tidak tertulis Yesus merayakan ulang tahun dan tidak memerintahkan murid-murid-Nya untuk memperingati hari kelahiran-Nya. Justru peringatan kematian-Nya yang dikenal sebagai peristiwa Paskah lah yang jelas-jelas diperintahkan untuk dilakukan malah terkesan kurang “nendang” dibanding Natal (entah ini perasaan pribadi atau anda juga merasa demikian). Di kalangan Kristen sendiri muncul orang-orang yang merayakan Natal dan ada yang tidak. Harap pembaca ketahui, saya tidak anti dengan perayaan Natal, walaupun saya sebenarnya muak dengan peringatan Natal yang memberikan porsi yang sangat kecil kepada Yesus dan memberi perhatian berlebihan kepada pernak-pernik. Untuk menjawab hal ini kita perlu sepakat tentang suatu hal bahwa: ada hal-hal yang tidak diatur secara spesifik dalam Alkitab, dan bukan berarti hal tersebut tidak boleh dilakukan (sebagai pembanding, anda dapat membaca tulisan saya terdahulu tentang Valentine-Februari 2013). Saya meminjam nasihat Rasul Paulus untuk mendasari pembahasan ini:

1 Kor 10:23 TB LAI
"Segala sesuatu diperbolehkan." Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. "Segala sesuatu diperbolehkan." Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun.

Walaupun perayaan Natal tidak diperintahkan di Alkitab, namun bukan berarti tidak boleh dilakukan. Selama perayaan itu berguna dan membangun maka sah-sah saja dilakukan. Dan yang terpenting, Yesus menjadi pusat dari semuanya, menjadi fokus dari Natal, melebihi semua kemeriahan kumpul-kumpul, pernak-pernik, dan hadiah-hadiah. Sebagai pembanding, kita kenal Ki Hajar Dewantara yang tanggal kelahirannya, 2 Mei, diperingati (dirayakan) sebagai Hari Pendidikan Nasional. Kelahiran tokoh revolusioner tentu saja sangat layak diperingati. Jika sebagai orang Indonesia kita tidak keberatan merayakan Hari Pendidikan Nasional, tentu sebagai orang Kristen tidak sepatutunya kita menyerang saudara-saudara kita yang merayakan Natal. Nah, implikasi dari premis bahwa peringatan Natal tidak diperintahkan dalam Alkitab juga adalah sebagai berikut: orang Kristen pun tidak melakukan kesalahan jika tidak merayakan Natal di tanggal 25 Desember. Jadi, bagi saudaraku yang merayakan ataupun tidak, janganlah saling menyerang.

Kontroversi perayaan Natal tidak berhenti sampai disini. Ada tuduhan jika perayaan Natal dibuat sebagai tandingan dari perayaan kelahiran dewa matahari. Lagipula, ada beberapa kontroversi mengenai kapan Yesus lahir. Ada yang berkata Yesus tidak lahir di bulan Desember, dan ada pula yang memberikan pembuktian-pembuktian bahwa perkiraan Yesus lahir bulan Desember itu boleh jadi benar. Ulasan saya tentang hal ini: karena saya seorang Kristen, dan saya meyakini bahwa dewa matahari itu tidak ada (eksis), maka tuduhan tentang menyaingi perayaan kelahiran dewa matahari itu sungguh konyol. Jika bapak gereja memerintahkan perayaan Natal tanggal 25 Desember hanya untuk menandingi perayaan lain tentu mereka sangat picik, dan saya berpendapat bahwa mereka tidak mungkin melakukannya. Kedua, sekalipun perayaan itu bertepatan harinya, tidak lantas itu berarti perayaan tandingan. Sebagai contoh: Jika tanggal lahir saya sama dengan Emha Ainun Najib (cak Nun), bukan berarti saya membuat perayaan tandingan ulang tahun beliau jika kami sama-sama merayakan ulang tahun.

Terakhir, yang teramat penting untuk direnungkan dalam peringatan Natal, baik itu yang diperingati dengan sederhana maupun dirayakan dengan meriah adalah: Yesus harus jadi pusat semua peringatan itu!. Natal tentu adalah peristiwa penting. Tanpa Natal (kelahiran), maka tidak ada pengajaran-pengajaran-Nya, tidak ada pelayanan-Nya di bumi sebagai rabbi, dan terlebih lagi tidak ada karya keselamatan melalui kematian-Nya di kayu salib. Dan tidak ada pula kebangkitan-Nya yang memberi jaminan kehidupan bagi kita yang percaya. Tanpa itu semua, sia-sialah kepercayaan kita. Namun syukur kepada Allah, bahwa Ia mengaruniakan Anak-Nya Yang Tunggal, supaya yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Yesus bukan hanya tokoh revolusioner yang secara sejarah pernah ada di dunia, Dia adalah Tuhan, Mesias, Juruselamat, dan Pencipta alam semesta.

Selamat Natal.

Thursday, December 19, 2013

Insya Allah



Pagi ini saya tertegun melamunkan kawan yang setia menemani selama hampir 2 tahun ini. Sekarang ia terbaring sakit tak berdaya menanti pertolongan. Sungguh kasihan kawanku. Kini, tanpa dia saya tak sanggup ber-whatsapp ria. Oh betapa malang dan lebaynya. Ya, kawan setia itu adalah ponsel.

Sejenak saya teringat perkataan dosen Mata Kuliah “Probabilitas dan Statistik” di semester 2 yang dikuatkan oleh dosen Mata Kuliah “Proses Stokastik” di semester 5 bahwa: umur(lifetime) dari barang elektronik itu mengikuti bentuk eksponensial negatif. Apakah istilah yang saya gunakan sudah cukup membuat pembaca mengernyitkan dahi? Mohon maaf karena saya memang sengaja melakukannya. Hehehe. 

Mungkin para pembaca pernah tahu kurva linier dengan gradien negatif. Itu lho, kurva (garis) lurus yang miring ke kiri. Kalau tidak salah ini ada di pelajaran Matematika SMP. Nah, kurva eksponensial negatif hampir mirip. Miring ke kiri, namun bentuknya bukan garis lurus melainkan garis melengkung.

Baiklah, anda bisa mengabaikan penjelasan yang sok keminter diatas dan menuju kepada apa yang sebenarnya ingin saya sampaikan. Setiap ciptaan memiliki masa pakai atau lifetime. Ponsel dibuat dengan teknologi canggih dengan tingkat presisi yang baik, sehingga produsen bisa memprediksi umur ponsel tersebut. Ya, meskipun dibuat berdasarkan ilmu yang eksak, namun proses pembuatan dan pemakaiannya berlangsung di dunia yang tidak ideal. Oleh karena itu yang dapat dilakukan adalah memprediksi bukan memastikan.

Jika benda yang dibuat oleh manusia saja tak bisa dipastikan umurnya, apalagi umur dirinya sendiri. Mengapa demikian? Karena manusia bukan buatan manusia. Kita memiliki pertanyaan-pertanyaan yang masih berupa misteri tak terjawab sampai sekarang tentang diri kita sendiri. Berbeda dengan manusia memproduksi ponsel, Pencipta Kita tahu persis bagaimana diri kita dan kapan kita akan berhenti menjalani kehidupan di dunia. Pencipta kita tidak memprediksi hidup kita karena kita bukan barang identik(sama persis) yang diproduksi masal. Dia menciptakan kita dengan blueprint yang khusus untuk masing-masing orang. Bukankah itu sangat hebat.

Salah satu seni menjadi manusia adalah mempercayai Pencipta sepenuhnya. Ilmu kedokteran pun tidak sanggup memastikan usia manusia. Karena selain faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan, ada pula faktor tak terduga yang membuat prediksi menjadi berubah. Mempercayai Pencipta berbicara tentang menyerahkan masa hidup kita untuk melakukan kehendak Sang Pencipta. Mempercayai Sang Pencipta berbicara tentang mengikuti tuntunan-Nya setiap saat, walau kadang jalan yang ditunjukan-Nya tidak kita pahami dan membuat kita bertanya-tanya. Mempercayai Sang Pencipta berbicara membuat kita tidak kawatir tentang kapan dan bagaimana masa hidup kita berakhir. Karena kita tahu sepanjang hidup kita telah melalui jalan yang ditunjukkan-Nya. Dengan mempercayai Sang Pencipta sesungguhnya kita telah menyerahkan hidup ke satu-satunya tangan yang pasti. Satu-satunya yang memberi kepastian, bukan prediksi.

Demikian perenungan singkat saat melamun pagi ini. Insya Allah saya akan terus berbagi perenungan-perenungan sederhana di kesempatan mendatang. Bagi yang masih belum tahu bentuk kurva eksponensial negatif dan penasaran, silahkan googling sendiri ya. *nyeruput kopi sambil berharap kawan saya segera sembuh*

Yak 4:13-15 TB LAI
Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: "Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung", sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. Sebenarnya kamu harus berkata: "Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu."

Tuesday, December 17, 2013

Sedikit Lagi Tentang Identitas

Salam jumpa kembali para pembaca yang budiman. Sesungguhnya ada banyak pemikiran yang ingin saya tuangkan dalam tulisan, namun beberapa hari ini ada kendala untuk melakukannya. Seperti para pembaca ketahui, laptop saya sudah sangat tua renta. Sedangkan baru-baru ini ponsel yang selalu saya gunakan untuk blogging sejak Februari 2012 sekarang sedang ngambek. Nah, kebetulan ada komputer yang sedang nganggur (bukan milik pribadi), jadi sikat saja.

Beberapa waktu lalu saya tiba-tiba teringat teman semasa SMA yang bernama Jilly (nama sebenarnya). Dia salah satu teman baik sejak SMA yang punya ciri unik yang sangat saya kagumi yaitu rambutnya yang keriting seperti Maria Belen (tokoh telenovela jaman dulu). Belakangan saya tahu (dari profile picture YM dan Facebook) kalau rambutnya sudah jadi brekele alias lurus. Saya cukup terkejut dengan perubahan penampilannya, karena menurut saya dia lebih cocok dengan rambut kerititng. Perlu pembaca ketahui, saya termasuk pengagum para manusia berambut keriting alami (saya punya senior waktu kuliah yang rambut keritingnya keren sekali, namanya mas Paksi). Karena penasaran, maka saya bertanya siapa yang membuat dia jadi begitu. Menurut saya suaminya tidak mungkin melakukannya. Langsung saja saya tembak, "Itu tuntutan/permintaan kantor ya?", dia pun menjawab, "hehehehe".
 
Mungkin bagi perusahaan tempat teman saya bekerja, rambut lurus dianggap lebih baik, atau setidaknya lebih rapih dibanding rambut keriting. Sehingga rambut lurus menjadi sebuah syarat dan ketentuan yang harus dimiliki karyawan. Disinilah sebuah standar estetika ditentukan oleh manusia yang bagi saya tidak bisa berlaku universal. Semua kombinasi fisik yang kita miliki sesungguhnya adalah yang terbaik bagi kita. Memodifikasinya dengan alasan estetika semata menurut saya sebuah langkah yang kurang bijaksana. Pada tahun 80-90 an, rambut keriting menjadi trend di kalangan selebritis. Banyak orang memodifikasi rambut mereka supaya tampak seperti artis idolanya. Sekarang ketika K-Pop mendunia (setidaknya mengindonesia), banyak orang meluruskan rambut dan memutihkan kulit. Siapa yang sangat diuntungkan dengan keadaan ini? tentu saja industri modifikasi penampilan fisik.

Setiap pribadi itu unik. Dan keuinikan itulah yang membuat kita istimewa. Maka banggalah dengan keunikan yang kita miliki. Kecuali untuk tujuan memperbaiki kualitas hidup atau kesehatan (misalnya operasi bibir sumbing), memodifikasi penampilan fisik justru mencederai kaunikan yang sudah diletakkan oleh Sang Pencipta pada kita. Mari dengan percaya diri kita menampilkan keunikan itu. Tentu saja keunikan itu perlu dirawat dengan baik. Tampil apa adanya bukan berarti tidak merawat tubuh kita dengan baik. Salah satu cara terbaik untuk menyatakan syukur atas keadaan kita adalah dengan merawat tubuh kita dengan baik.

Pembaca boleh sepakat atau tidak dengan pendapat saya. Saya hanya ingin membagi sedikit pandangan saya tentang identitas fisik yang telah sejak semula melekat pada diri kita. Di dunia ini tidak ada salah satu ras yang lebih elok penampilannya daripada yang lainnya. Semuanya adalah soal estetika yang manusia juga yang menilainya. Dan penilaian ini tidak mutlak benar dan tetap. Seiring berjalannya waktu selera bisa berubah, namun ketetapan Tuhan bahwa manusia diciptakan "baik adanya" berlaku untuk seluruh umat manusia di segala jaman. Mari miliki percaya diri saat bertemu manusia jenis apapun. Hormati dan kasihi sesama kita dengan kapasitas yang sama tanpa memandang ciri fisiknya. Karena bagaimanapun juga semua manusia adalah satu spesies yang sama.

Sunday, November 17, 2013

Sedikit Tentang Identitas



Apa yang ada di benak kita saat mendengar kata identitas? Mungkin sebagian kita terpikir KTP, SIM, dan semacamnya yang disebut kartu identitas. Mungkin juga ada pemikiran-pemikiran lain yang terbersit saat kita mendengar kata identitas. Persoalan identitas merupakan persoalan mendasar setiap pribadi. Itulah sebabnya saya tertarik untuk sedikit membahas tentang hal ini.

Pertama-tama kita lihat dulu apa kata KBBI tentang identias. Menurut KBBI, identias adalah ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang; jati diri. Mari kita bahas pengertian pertama, ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang. Setiap pribadi yang hidup di dunia ini unik. Tidak ada satu pun yang identik sempurna. Anak kembar sekalipun akan memiliki ciri-ciri yang berbeda pada beberapa hal. Sekalipun ada banyak kemiripan antara dua pribadi, akan selalu ada ciri khusus yang membuat mereka bisa dibedakan atau dikenali sebagai pribadi yang berbeda. Semua kombinasi ciri-ciri fisik maupun perilaku manusia memunculkan keunikan tiap pribadi tersebut. Nah, jika tiap pribadi itu mempunyai kombinasi unik yang menjadikan “dirinya adalah dia”, maka semestinya kita tidak harus capek berusaha menjadi orang lain.

Apa yang membuat Danu adalah Danu adalah tinggi badannya yang tanggung, matanya yang minus, rambutnya yang ikal, kulitnya yang sawo matang cenderung terlalu matang, wajahnya yang biasa saja, lesung pipi di sebelah kanan, dll. Itu adalah ciri dan keadaan khusus fisik yang membuat orang mampu mengenali Danu sebagai Danu. Uniknya, nama saya pun sebenarnya adalah bagian dari identitas juga. Selain itu ada fakta-fakta yang tidak pernah bisa diubah (bisa juga disebut latar belakang), seperti: saya lahir di Blitar, bulan Mei 27 tahun yang lalu, dibesarkan di Surabaya, tumbuh sebagai Arek Suroboyo, wong Jowo, bertanah air Indonesia, dll.

Jati diri secara sederhana saya artikan sebagai kesejatian diri, siapa diri kita sesungguhnya. Sedikit banyak mirip dengan hal-hal diatas. Tapi, saya lebih suka melihatnya dari sudut pandang non-fisik. Jati diri manusia dibentuk oleh bahan/sifat dasarnya dan dipengaruhi oleh lingkungannya. Adanya pengaruh lingkingan semestinya tidak membuat bahan/sifat dasar itu lenyap. Bahan dasar yang saya bicarakan bukan hanya tentang tempramen, tapi juga tentang purpose yang diletakkan oleh Sang Pencipta pada pribadi tersebut. Saya teringat pada masa SMP guru BK menjelaskan bahwa masa remaja adalah masa pencarian jati diri/identitas. Berdasarkan penjelasan di atas sebenarnya jati diri atau identitas itu tidak perlu dicari karena setiap pribadi sudah mempunyainya. Yang perlu dilakukan sebenarnya adalah mengenali (identifikasi) dan memunculkannya. Memunculkannya dengan percaya diri. Saya mengatakan tidak perlu dicari karena dalam benak saya kegiatan mencari itu dilakukan di luar dirinya, di luar keluarganya, padahal sesungguhnya jati diri itu letaknya di dalam.

Seperti pernah saya bahas pada tulisan saya yang dulu (duluuuu sekali), bahwa krisis identitas menyebabkan banyak masalah. Krisis identitas menyebabkan krisis karakter, krisis perilaku, dan lain sebagainya. Dan adalah hal yang kurang tepat bahkan mungkin berbahaya jika “mencari” jati diri di luar keluarga. Karena sebenarnya jati diri/identitas kita dengan mudah bisa kita “temukan” atau istilah yang lebih saya sukai “kenali” di dalam keluarga. Oh, mengapa lagi-lagi kembali ke keluarga? Karena di dalam keluargalah pertumbuhan yang sehat bisa terjadi. Keluarga adalah tempat paling ideal untuk mengenali dan memunculkan identitas tanpa rasa malu atau takut. Hal ini tidak berarti seseorang harus mengisolasi diri dari lingkungan yang luas. Hanya saja, dalam urusan identitas, keluargalah tempatnya.

Pembaca yang budiman, mari mengidentifikasi identitas kita di lingkungan yang benar, yakni keluarga kita. Lalu bagaimana jika keluarga kita tidak ideal? Tidak ada keluarga yang benar-benar ideal dalam pandangan kita. Bagaimana jika keluarga kita kacau balau? Bergumullah untuk pemulihannya. Bagaimana jika kita yatim piatu? Temukanlah keluarga, karena sebagai makhluk sosial sesungguhnya kita tidak pernah yatim piatu. Suatu bangsa yang identitasnya geje alias tidak jelas dimulai dari pribadi-pribadi yang identitasnya geje. Berhenti mengata-ngatai bangsa kita sendiri dan mari mulai pembaharuan dari diri kita.

Semua yang tertulis di kartu identitas (KTP) kita memang menunjukkan identitas kita. Namun itu hanya menunjukkan aspek fisik dari identitas. Aspek latar belakang saja yang tertera disana, namun kita tidak menemukan keterangan mengenai purpose disana. Maaf, saya pakai istilah purpose karena tidak menemukan istilah dalam bahasa Indonesia yang sama kedalaman maknanya. Oleh karena itu aspek purpose ini yang sangat perlu kita kenali dan kita munculkan sebagai identitas.

Akhirnya bisa juga menulis blog dengan menggunakan PC (ditandai dengan isi blog yang sedikit lebih panjang dari biasanya). Semoga tulisan yang mbulet ini tidak membuat pembaca mengernyitkan dahi saking mbuletnya pikiran. Lebih dari itu, semoga tulisan ini bermanfaat.

Sunday, October 27, 2013

Aww.. Bibirku Tergigit



Dalam waktu kurang dari dua minggu bibir saya sudah tergigit tiga kali. Semua terjadi pada saat mengunyah makanan. Peristiwa pertama meninggalkan luka kecil. Tiga hari kemudian ketika luka yang pertama hampir sembuh, terjadilah gigitan yang kedua. Gigitan yang kedua terjadi di tempat yang sama. Saya cukup kesal dengan hal itu, karena selain sakit, juga mengakibatkan luka yang lebih besar. Luka pertama yang hampir sembuh ditambah gigitan kedua menyebabkan lukanya jadi lebih besar dari sebelumnya. Bukan hanya lebih besar, tapi juga menimbulkan bengkak atau benjol di area luka.

Dan gigitan yang ketiga terjadi beberapa menit yang lalu (tiga hari setelah peristiwa kedua), juga terjadi di tempat yang sama. Reaksi pertama yang muncul adalah saya berkata dalam hati, “Kapan mau sembuhnya kalau begini lagi?”. Dan sesaat kemudian, dalam waktu yang sangat singkat, ada suara dalam hati yang berkata, “Demikian juga orang yang kembali melakukan kesalahan di tempat yang sama berulang kali”. Deg, saya langsung tertegun, “Tuhan, apakah Engkau sedang ingin menyampaikan suatu pesan kepadaku? Apakah ini sebuah teguran untukku?”. Jawabannya adalah “Ya” untuk semua pertanyaan itu.

Tubuh kita punya kemampuan self-healing atau menyembuhkan diri sendiri saat terjadi luka. Tapi sementara proses itu berlangsung, dan percederaan yang terjadi di tempat yang sama, maka sangat mungkin luka akibat peristiwa kedua akan lebih besar dan butuh waktu lebih lama untuk dipulihkan. Bagaimana jika itu berlangsung terus menerus? Tentu luka itu tidak akan pernah sembuh. Bagian terburuknya adalah luka itu akan terus membesar, dan tidak menutup kemungkinan akan menjadi sangat membahayakan jiwa.

Peristiwa ini membuat saya merenung. Sepanjang hidup, kita beberapa kali mengalami “luka”. Kalau mau jujur diakui, sebagian besar bahkan hampir seluruhnya kita buat sendiri. Luka timbul akibat kesalahan, dosa, yang memang kita lakukan. Saat kita bertobat, maka dosa seketika itu diampuni, tapi luka akibat dosa itu perlu waktu untuk memulihkannya. Kebodohan kita adalah menganggap setelah diampuni maka kita lupa untuk berhati-hati agar tidak mengusik atau mengambil tindakan yang membahayakan luka tersebut. Kita berperilaku seolah-olah luka itu telah sembuh. Kita sembrono menjalani hidup, sehingga di kemudian hari melakukan kesalahan di tempat yang sama.

Dosa bukan hanya memberontak/tidak taat kepada Tuhan, namun juga menyakiti diri sendiri. Beberapa hari ini saya sedang dididik untuk tidak bersungut-sungut dan mencobai Tuhan. Dalam kalimat positif, Tuhan sedang mengajar dan mendidik saya untuk selalu bersyukur dan percaya kepada-Nya. Ya, sejujurnya saya telah banyak jatuh dalam kedua hal itu saat saya merenungkan perjalanan hidup saya beberapa tahun terakhir. Tuhan benar-benar menghajar saya tentang apa arti bersyukur dalam segala hal dan percaya kepada-Nya, sampai kepada hal-hal yang sederhana. Saat kita bersungut-sungut, kita sedang menyakiti Tuhan dan diri sendiri. Saat kita mencobai Tuhan pun demikian adanya.

Setiap pribadi ada dalam pemrosesan yang unik. Saya tidak tahu apa yang sedang dikerjakan Tuhan dalam hidup pembaca yang budiman hari-hari ini. Namun saya ingin berbagi pelajaran sederhana dari peristiwa luka gigitan di bibir. Jangan membuat kesalahan di tempat yang sama. Karena bukan hanya itu berarti kita adalah orang yang dungu dan bebal, namun itu membuat kita makin terluka. Kabar baiknya, Tuhan mau dan mampu menyembuhkan luka kita. Luka batiniah tidak sembuh dengan sendirinya seperti luka lahiriah. Manusia batiniah kita perlu Tuhan untuk membuat luka-luka itu sembuh. Tuhan telah bersedia dan Dialah satu-satunya yang sanggup membuat luka batiniah kita sembuh dengan sempurna, Kesembuhan sejati, bukan kesembuhan semu seperti yang ditawarkan dunia. Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat. 
 

Friday, October 11, 2013

Tentang Dia

Hidupku bukanlah tentang aku. Segala yang terjadi sejak hari kelahiranku bukan tentang aku, bukan demi aku, dan bukan untuk aku. Hidupku juga bukan tentang mereka, orang-orang yang kucintai. Walau butuh waktu yang tak singkat untuk memahaminya, aku bahagia bahwa aku telah menyadarinya sekarang.

Mungkin akan ada orang-orang yang tak sependapat tentang hal ini. Namun, aku tidak tertarik untuk memperdebatkannya. Kesadaranku tidak berarti bahwa aku menganggap diri sendiri atau orang-orang yang kucintai tidak berharga dalam hidupku. Ini adalah tentang siapa/apa yang terutama dalam hidupku. Saat yang terutama tetap tinggal, tak masalah jika hal lain yang berharga diambil dariku. Yang terutama berbicara tentang yang paling penting, dan sangat logis jika aku berharap yang terutama ini adalah yang sempurna. Kenyataannya demikianlah adanya. Yang terutama adalah yang sempurna.

Hanya yang sempurna yang mampu menjadikan yang tidak sempurna (cacat) seperti diriku menjadi sempurna. Itu sebabnya aku bahagia. Karena penyempurnaan itu melibatkan proses yang unik. Tak satupun sama persis antara manusia satu dengan lainnya.

Hidupku adalah tentang Dia. Sejak semula sebelum dijadikan dan terlahir ke dunia, Dia telah merancangkan apa yang baik dalam hidupku. Dia telah meletakkan tujuan yang baik untuk kulakukan selama hidupku di dunia. Yang ku inginkan bukanlah supaya Dia menyetujui apa yang ku rencanakan, tapi untuk mengetahui dan melakukan apa yang Dia rencanakan untuk kulakukan. Menyelesaikan rencana-Nya, hingga saatnya tiba Dia membawaku pulang, dan berkata, "sudah selesai". Ya, pulang. Karena rumahku bukan di dunia yang sekarang ini.

Kini aku berkata:
Hidupku adalah tentang-Mu. Seluruh peristiwa yang kualami adalah tentang-Mu. Sesungguhnya kadang aku merasa malu dan hina karena ketidaksempurnaan, cela, cacat, noda, dan kebobrokanku. Namun Kau memandangku dan mengangkatku dari keterpurukan. Kau membersihkanku dan menyadarkan siapa aku sebenarnya. Kau membawaku pada keluarga kerajaan-Mu dan menjadikanku bagian di dalamnya. Kau yang sempurna telah melakukan yang terbaik untukku. Kini, aku yang sedang Kau sempurnakan, akan selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk-Mu, karena aku cinta Kau lebih dari apapun.

Wednesday, September 25, 2013

Kisah TN

Aku terlahir tak berpengelihatan.
Aku tak kenal apa yang mereka sebut cantik, yang ku tahu adalah merdu.
Aku tak tahu paras yang manis, yang ku tahu madu itu manis.
Aku tak tahu meriahnya gado-gado, yang ku tahu rasanya nikmat.
Aku tak tahu warna kopi yang selalu ku suka, tapi aku tahu aroma dan rasanya.
Aku tak tahu indahnya pelangi, tapi aku dapat merasakan kabut menyelimuti tubuhku.

Orang sepertiku, hanya mampu mendengar, meraba, mencium, dan merasa.
Orang sepertiku,mungkin memakan apa yang menurut orang lain menjijikkan. Selama itu nikmat di mulut dan aman di tubuh tak ada yang harus di risaukan tentang penampilan makananku.
Orang sepertiku, mungkin akan menikah dengan wanita yang menurut orang lain tidak cantik. Kecantikan fisik bagiku adalah tutur kata yang santun, lembut, dan renyah. Itulah sebabnya wanita idamanku adalah penyiar radio.

Aku tidak punya akun jejaring sosial, blog, atau website pribadi. Teknologi text to speech atau speech command belum begitu memuaskan bagiku. Mungkin aku bisa melakukannya dengan mudah jika punya asisten.
Namun, aku tak merasa kekurangan dengan keberadaanku. Aku membaca buku sama seperti orang lain. Aku menempuh pendidikan tinggi sama seperti orang lain. Aku bekerja sama seperti orang lain, bukan dengan memanfaatkan rasa iba orang atas kebutaanku. Bagiku, hidupku sangat bahagia. Bahagia bukan berarti mudah dijalani. Bahagia karena sampai saat ini masih diberi kesempatan untuk terus berusaha memenangkan kesulitan hidup dan berbagi kisah kemenangan. Coba tebak apa pekerjaanku. Bukan musisi, bukan pula pemijat. Aku seorang atlet lari sekaligus guru matematika. Aku memenangkan medali emas pada kejuaraan tingkat asia tenggara. Sebagai guru aku memiliki murid-murid yang berprestasi. Dan yang lebih luar biasa, tiga bulan lagi aku akan menikah dengan seorang penyiar radio. Orang-orang bilang dia cantik, namun aku tak mempedulikannya. Yang dapat ku rasakan adalah kasih sayang dan kebijaksanaannya, serta suaranya yang empuk dan renyah :D

Saturday, August 17, 2013

Merdeka

Merdeka...!!!
Merdekalah bangsaku...!!!
Merdeka untuk menentukan tujuan bangsa.
Merdeka untuk bersama-sama menggapai tujuan itu.
Merdeka untuk mengasihi sesama.
Merdeka untuk merayakan keberagaman.
Merdeka untuk beribadah sesuai keyakinan masing-masing.
Merdeka untuk menghormati keyakinan yang tidak kita hidupi.
Merdeka untuk menjalin persatuan dan kesatuan.
Merdeka untuk saling menolong sesama.
Merdeka untuk mengelola sumber daya alam.
Merdeka untuk mengusahakan kedamaian dan kesejahteraan bersama.
Merdeka untuk memanusiakan manusia sebagai sesama yang sama harkat dan martabatnya.
Merdeka untuk menghargai perjuangan para pendahulu kita.
Merdeka untuk membangun di atas dasar yang telah diletakkan oleh para bapak bangsa.
Merdeka untuk mempersiapkan generasi penerus menjadi generasi yang lebih berkualitas.

Sunday, August 4, 2013

Merasa Kenal

Setiap kita pasti lahir dari satu institusi yang disebut keluarga. Ikatan unik dalam keluarga saya bagi menjadi dua, yaitu ikatan perjanjian dan ikatan sedarah. Ikatan perjanjian terjadi antara kedua orangtua, mereka bersatu karena perjanjian nikah. Sedangkan ikatan sedarah terjadi antara orangtua dengan anak, dan antara anak dengan anak (persaudaraan).

Dalam hubungan jenis apapun, kunci penting yang membuatnya dapat berjalan baik adalah komunikasi. Inilah kebenaran yang sering disangkal oleh sebagian orang. Mungkin bukan secara perkataan, tapi secara perbuatan kita menyangkalnya. Sebagian dari kita menyangka bahwa dengan menjadi sedarah atau tinggal serumah, maka otomatis anggota-anggota di rumah akan mengenal dengan baik. Kenyataannya hal itu salah besar. Jika komunikasi dalam rumah tidak berjalan baik, maka pengenalan juga tidak berjalan baik.

Itulah sebabnya kita sering mendengar anak-anak mengeluh tentang orangtua mereka, "Ayah dan ibu tidak memahamiku. Mereka tidak pernah mau mendengarku". Orang-orangtua berkata, "Anakku tidak mau taat perkataanku". Dan sebagian lagi mengeluh, "Kakakku selalu mau menang sendiri. Ia bahkan lebih mirip saingan daripada saudara". Masih banyak hal senada yang kita temui atau mungkin pernah alami.

Kita bisa menjadi saudara yang buruk bagi kakak/adik kita tapi bisa menjadi sahabat yang baik bagi teman kita. Mengapa? Karena kita berkomunikasi dengan teman kita lebih baik dari saudara kita. Kita menganggap sudah kenal saudara kita padahal kenyataannya kita cuma tinggal serumah tanpa membangun komunikasi yang baik. Ada sebuah kata bijak menuliskan demikian, "Ada teman yang mendatangkan kecelakaan, tetapi ada juga sahabat yang lebih karib dari pada seorang saudara". Ini fakta yang tidak selalu berarti salah. Mempunyai sahabat karib adalah hal yang sangat baik. Namun membangun persahabatan yang karib dengan saudara juga adalah hal yang sangat luar biasa. Tidak perlu merasa aneh bertanya kepada adik/kakak kita, "Bagaimana kabarmu? Bagaimana sekolahmu/pekerjaanmu hari ini? Cerita dong tentang harimu". Bagi yang tidak terbiasa melakukannya akan terasa aneh, tapi inilah cara kita untuk sungguh-sungguh mengenal seseorang yang kita sangka telah kita kenal.

Komunikasi memegang peranan penting dalam hubungan jenis apapun. Kabar buruknya, sebagian kita lebih sulit berkomunikasi dengan saudara/orangtua sendiri ketimbang dengan teman-teman. Satu-satunya solusi tentang ini adalah berkomunikasi. Bertanyalah, berceritalah, dan dengarkanlah mereka, maka perlahan pengenalan dan pemahaman kita akan mereka akan berkembang. Cara kita berkomunikasi selama ini mungkin kurang dapat dipahami, oleh karena itu cara berkomunikasi sah-sah saja mengalami perubahan. Bahkan jika cara berkomunikasi kita yang menurut kita sudah baik pun perlu diperbaiki dan ditingkatkan. Kabar baiknya, orang-orang yang berkomunikasi dengan baik dengan anggota keluarganya akan mempunyai identitas diri yang jelas dan tegas.

Masalah identitas diri adalah hal paling penting yang harus dimenangkan setiap pribadi. Telah begitu banyak anak-anak tersesat karena mencari identitas diri di luar keluarga, padahal identitas itu bisa ditemukan di dalam rumah. Dengan identitas diri yang jelas dan tegas, kita menampilkan keunikan yang mempesona saat berada di luar rumah. Kita pun juga menjadi pribadi yang tidak mudah diombang-ambingkan berbagai macam opini.

Masyarakat yang sehat dimulai dari keluarga yang sehat. Mari berhenti berpura-pura atau merasa kenal, dan mulai mengenal dengan sesungguhnya orang-orang terdekat kita. Saya akan menutup tulisan ini dengan sebuah kata bijak yang sangat manis, "Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran."

Saturday, July 13, 2013

Cinta dan Benci

Orang bilang cinta dan benci beda-beda tipis.

Jika cinta tidak perlu alasan, maka benci pun seharusnya tidak perlu alasan. Kita mencintai karena keberadaan (eksistensi), bukan karena properti dari keberadaan itu. Hal yang sama berlaku untuk benci. Maka sebaiknya kita maklum jika bertemu orang yang membenci kita tanpa alasan. Itu karena dia membenci keberadaan (eksistensi) kita. Cantik, tampan, baik, kaya, jujur, pengertian, penyabar, dll itu properti. Saat properti tersebut diambil dan kita masih mencintainya, maka sesungguhnya kita sungguh-sungguh cinta. Jika cinta/benci kita masih karena properti berarti kita belum benar-benar mencinta/membenci.

Kalau kita mempertanyakan adakan jenis cinta seperti ini? Jawabannya adalah ada. Namun pembahasan ini akan lebih mudah dipahami oleh para penyembah Tuhan. Tuhan mencintai kita karena kita ciptaan-Nya, bukan karena kita taat kepada-Nya. Tuhan mencintai kita karena kita manusia. Bahkan sekalipun kita tidak menyadari cinta-Nya, Dia tetap mencintai kita. Tidak ada perbuatan kita yang membuat cinta-Nya pada kita bertambah atau berkurang, karena cinta-Nya sempurna dan tak bersyarat.

Luar biasanya, Dia pun memerintahkan kita untuk mencintai manusia lain karena mereka sesama kita, bukan karena kebaikan, keelokan, dan kualitas unggul lainnya. Itu artinya kita pasti sanggup melakukannya, karena kita tahu Tuhan tidak pernah memberikan perintah yang mustahil untuk dilakukan.

Sesungguhnya benci dan cinta adalah soal saklar (switch). Para pembenci sebenarnya adalah mereka yang mencintai dengan jalur yang berlawanan dengan para pecinta. Jika saklar berganti posisi, tidak mengherankan jika mereka akan menjadi pecinta.

@ perjalanan pulang kerja, 9 Januari 2013

Perbuatan Seiring Iman

Indonesia adalah negara dengan ideologi ketuhanan yang bahkan itu diletakkan pada sila pertama dari Pancasila. Kita mencitrakan diri sebagai bangsa yang religius. Secara spesifik, sebagai kristen kita mencitrakan diri sebagai umat beriman dan berkasih. Pada kenyataannya, perkataan kadang tak seiring dengan perbuatan. Di kalangan orang percaya bahkan tidak jarang kita temui orang-orang yang hebat dalam ibadah seremonial tapi bobrok dalam tindakan. Mari kita bahas sejenak tentang hal ini. Yakobus dengan sangat baik dan tegas menuliskan kondisi seperti ini.

Yakobus 2:18-20
Tetapi mungkin ada orang berkata: "Padamu ada iman dan padaku ada perbuatan", aku akan menjawab dia: "Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku."
Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setanpun juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar.
Hai manusia yang bebal, maukah engkau mengakui sekarang, bahwa iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong?


Orang yang berbuat baik belum tentu karena beriman, tetapi orang beriman pasti berbuat baik. Perbuatan bisa menjadi perwujudan isi hati. Jika ada orang mengaku percaya tapi tidak berubah kelakuannya maka patut dipertanyakan kepercayaannya. Dengan sangat keras Yakobus menghajar para pendosa yang mengaku beriman dengan membandingkannya dengan setan.

Jangan pula kita menyangka perbuatan baik kita di masa lalu akan menghapus atau membuat impas pelanggaran dan dosa yang kita lakukan sekarang. Satu-satunya jalan keluar adalah bertobat dan menghasilkan buah pengobatan.

Yehezkiel 33:12-16 Dan engkau anak manusia, katakanlah kepada teman-temanmu sebangsa: Kebenaran orang benar tidak menyelamatkan dia, pada waktu ia jatuh dalam pelanggaran dan kejahatan orang jahat tidak menyebabkan dia tersandung, pada waktu ia bertobat dari kejahatannya; dan orang benar tidak dapat hidup karena kebenarannya, pada waktu ia berbuat dosa.
Kalau Aku berfirman kepada orang benar: Engkau pasti hidup! tetapi ia mengandalkan kebenarannya dan ia berbuat curang, segala perbuatan-perbuatan kebenarannya tidak akan diperhitungkan, dan ia harus mati dalam kecurangan yang diperbuatnya.
Kalau Aku berfirman kepada orang jahat: Engkau pasti mati! tetapi ia bertobat dari dosanya serta melakukan keadilan dan kebenaran, orang jahat itu mengembalikan gadaian orang, ia membayar ganti rampasannya, menuruti peraturan-peraturan yang memberi hidup, sehingga tidak berbuat curang lagi, ia pasti hidup, ia tidak akan mati.
Semua dosa yang diperbuatnya tidak akan diingat-ingat lagi; ia sudah melakukan keadilan dan kebenaran, maka ia pasti hidup.

Matius 3:8 Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan.
Galatia 5:13 Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih.


Kita dimerdekakan dalam Kristus untuk menjadi hamba kebenaran, hamba Kristus. Kemerdekaan sejati adalah beralih dari perhambaan dosa kepada perhambaan kebenaran.

Cara melatih diri untuk menjadi hamba kebenaran adalah dengan melayani sesama oleh kasih. Kasih ditekankan disini. Kita melayani sesama bukan untuk keuntungan pribadi, bukan supaya dipuji manusia, bukan supaya kita balik dilayani, tetapi karena kasih. Kasih tidak bertujuan untuk meminta namun memberi. Kasih tidak memuaskan diri sendiri melainkan obyek yang kita kasihi. Bahkan dalam kasih, obyek sebenarnya adalah subyek juga. Karena dalam kasih, selalu ada saling memberi dan menerima. Terlebih lagi, kebahagian seorang hamba adalah karena kepuasan Sang Tuan atas pekerjaannya.

Biarlah iman yang muncul dari dalam hati kita terwujud dalam tindakan-tindakan kita. Biarlah iman itu terus diperbarui, sehingga tindakan kita pun makin sederhana dan berdampak bagi sesama.

#mobile_blogging

Monday, July 1, 2013

Gersang vs Subur

Perubahan itu konstan. Selalu terjadi perubahan dalam kehidupan. Ada perubahan yang menguntungkan, ada pula merugikan. Ada yang menyenangkan, ada pula yang tidak menyenangkan. Bagaimana kita menilai sebuah perubahan tergantung seluas apa sudut pandang dan pengetahuan kita. Kali ini kita akan menilik salah satu perubahan yang sering terjadi, yaitu perpindahan. Perpindahan dari tempat sebelumnya kita berada menuju suatu tempat yang kemungkinan kondisinya gersang atau subur.

Mari kita bayangkan tempat gersang, dimana hanya makhluk yang punya ketahanan luar biasa yang bisa hidup dan tinggal di dalamnya. Air mungkin saja tersedia, tapi butuh upaya untuk mendapatkannya, yaitu dengan membuat sumur. Untuk membuat sumur perlu menggali, dan setelahnya pun air dari dalam tanah harus ditimba atau dipompa ke atas. Untuk mengolah tanahnya pun perlu upaya lebih lagi. Maka yang terbayang dari lingkungan gersang adalah lingkungan dimana daya dukung kehidupannya sangat buruk. Sebaliknya saat membayangkan tempat subur, mungkin yang tergambar adalah daerah di sekitar sungai yang airnya mengalir sepanjang tahun, bahkan di musim panas. Tentu saja di sekitar aliran air itu tumbuh subur tanaman-tanaman mulai dari rerumputan, pohon-pohon rindang dengan buah yang menggoda selera, serta bunga-bunga yang bermekaran menampilkan semarak warnanya. Di situ kupu-kupu, kumbang, dan burung-burung kecil berkeliaran. Tempat yang subur adalah tempat yang nyaman dimana daya dukung lingkungannya sangat baik.

Kadang kita protes saat ditempatkan pada daerah yang gersang. Kita menginginkan berada di daerah subur, bahkan sekalipun daerah subur tersebut banyak peminatnya dan sudah banyak penghuninya. Padahal sebenarnya ada tantangan pada masing-masing kondisi. Saat kita berada di tempat gersang, pilihan kita adalah menggarap tempat itu supaya subur atau pergi meninggalkannya menuju tempat yang subur. Jika kita berada di tempat subur maka kita harus siap berkompetisi dengan peminat-peminat lainnya untuk mendapat tempat. Reaksi wajar dari sebagian besar manusia ketika berada di tempat gersang adalah berpikir bagaimana cara keluar dari tempat ini secepat mungkin menuju tempat yang lebih baik. Rasa tidak nyaman adalah yang pertama timbul dalam kegersangan. Jika kita berlama-lama dalam kondisi gersang maka kehidupan kita akan lebih cepat berakhir. Karena itu diperlukan upaya supaya hidup kita tidak mengering dan berakhir karena kegersangan.

Beberapa orang, mungkin sebagian besar akan berpikir untuk lari secepatnya. Namun saya tertarik dengan ide sebagian yang mungkin jumlahnya lebih kecil, untuk mengusahakan daerah gersang itu supaya menjadi lebih subur. Orang-orang dengan ide ini saya sebut sebagai pengusaha. Pengusaha melihat situasi sulit sebagai peluang atau kesempatan untuk meningkatkan mutu, sedangkan golongan lainnya melihat situasi sulit sebagai tembok yang sukar bahkan mustahil diruntuhkan. Dan mengenai ini saya ingin berbagi sebuah pandangan kepada para pembaca yang budiman. Manusia di desain untuk menjadi pengusaha. Harap tidak mencampur-adukkan dengan terminologi pengusaha-pegawai. Sejak awal manusia mengemban mandat untuk mengusahakan bumi. Dengan kata lain "bikin hidup lebih hidup". Apapun profesinya, dimanapun tempatnya, bagaimanapun situasinya, manusia di desain untuk meningkatkan mutu apapun yang ditemuinya untuk dikerjakan.

Ide tentang bikin hidup lebih hidup pada esensinya tidaklah berbicara sesempit hidup dirinya sendiri. Justru cara membuat diri lebih baik adalah dengan melakukan sesuatu yang bukan untuk diri sendiri. Sama seperti lingkungan yang gersang, saat kita mengusahakan kesuburannya, maka pada gilirannya, secara otomatis, daya dukung lingkungan untuk kehidupan kita pun meningkatkan. Atau dengan kata lain, pada akhirnya kualitas kehidupan kita akan lebih baik, saat kita mengusahakan agar lingkungan kita jadi lebih baik. Ide ini sederhana, tapi tidak banyak orang yang menyadarinya, apalagi menghidupinya. Semua situasi dan kondisi yang membuat kita harus mengambil keputusan, bertujuan untuk mengingatkan kita akan ide dasar kepengusahaan dunia ini. Tidak ada keputusan tanpa resiko dan konsekuensi. Namun apapun resiko dan konsekuensinya, bertanggungjawablah sesuai keputusan yang kita ambil. Tulisan ini mungkin sederhana dan saya berharap memang begitu adanya, supaya tindakan yang menyertainya pun sederhana.

Jadi, apakah kita mau lari saat ditempatkan pada lingkungan yang gersang? Ataukah kita mau mewujudkan ide untuk mengubah lingkungan yang gersang itu menjadi subur?

Friday, June 21, 2013

Gereja Motivasional dan Nyorga

Catatan ini lahir dari kejadian tak disengaja ketika saya sedang googling tentang seorang gembala sidang di Amerika yang sangat banyak pendukungnya, namun banyak juga pengkritiknya. Kemudian muncullah pemikiran tentang fenomena gereja masa sekarang. Sebagian gereja memberikan porsi motivasi yang begitu besar, sehingga dituduh sebagai gereja sekuler atau penganut ajaran kemakmuran. Sebagian lain sangat fokus kepada persiapan kehidupan di sorga dalam pengertian sempit, sehingga kurang memberi dampak bagi masyarakat dan tampak seperti kumpulan alien.

Dalam doa yang Yesus ajarkan, "....datanglah kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga... " terkandung pesan bahwa gereja adalah perwakilan Tuhan di dunia. Gereja mengusung misi membawa dan memberitakan kerajaan Allah. Kerajaan Allah tidak hanya terdiri dari perkataan (doktrin) tapi juga oleh kuasa, untuk membuat perkataan itu membumi, menjadi tindakan nyata yang memperbarui masyarakat. Kerajaan Allah adalah tentang kebenaran, damai sejahtera, dan sukacita oleh Roh Kudus. Tentang kebenaran, berarti tidak kompromi mengenai apa yang benar dan salah. Tentang damai sejahtera, berarti keberadaan gereja membawa perdamaian di tengah dunia. Keberadaan gereja bukan untuk memusuhi anggota tubuh yang lain dan kelompok masyarakat lainnya. Tentang sukacita, berarti sukacita adalah atmosfer yang ada di dalam gereja, yang terus dibawa kemanapun gereja bergerak. Dunia ini sedang krisis ketiga hal ini, dan gereja dipanggil untuk menyatakannya di bumi.

Gereja perlu kembali kepada Alkitab. Bukan dengan meng-copy-paste semua yang tertulis di dalamnya tanpa memahami konteks budaya. Gereja perlu memotivasi anggotanya agar menjadi pribadi unggul secara kualitas. Yesus pernah menyindir murid-murid-Nya dalam sebuah perumpamaan dengan mengatakan bahwa, "...anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang.". Gereja harus melahirkan orang-orang seperti Yusuf, Daniel, Hananya, Misael, Azarya, dan Nehemia. Gereja juga harus mengalami pendewasaan iman dan pengenalan akan Tuhan seperti yang dialami para tokoh Perjanjian Lama tadi. Manusia hidup mengemban misi spesifik seperti yang disebut rasul Paulus sebagai "pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau supaya kita hidup di dalamnya". Misi spesifik ini yang saya sebut panggilan hidup. Kita tidak dilahirkan ke dunia hanya untuk berpulang ke sorga.

Gereja perlu membangun kesadaran dalam masing-masing pibadi tentang perlunya mengenali panggilan hidup. Bukan hanya mengenali, tapi bersama-sama saling mendukung untuk mencapai panggilan itu. Inilah yang saya sebut sebagai menjadi jawaban bagi dunia. Saat setiap pribadi mengenali panggilannya dan hidup di dalamnya, saat itulah sentuhan gereja menerobos tembok rohani-sekuler. Keberadaan gereja menjawab kebutuhan dunia dengan menggarami dan meneranginya pada semua bidang, tanpa berkompromi dalam hal prinsip.

Semoga catatan pendek ini bermanfaat bagi pembaca yang budiman.

Tuesday, June 11, 2013

Niat dan Prioritas

Kita sering dibuat kesal oleh pemberi harapan palsu (termasuk diri sendiri) ketika bersepakat untuk sesuatu dan di saat-saat terakhir dibatalkan oleh salah satu pihak. Alasan apapun yang diberikan tidak menghilangkan kekecewaan yang sejenak muncul di diri. Sering saya menyebut fenomena ini dengan sebutan tidak niat. Jika pelakunya adalah diri sendiri, maka saya pasti memarahi diri sendiri, tentunya tidak di depan orang banyak. Dan jika pelakunya orang lain, jurus pertama adalah mengelus dada, dan pada level tertentu bisa berupa sindiran, bahkan amukan.

Seniat apapun kita berusaha hendak melakukan sesuatu, akan dipandang tidak niat oleh orang lain ketika hal itu tidak terlaksana. Kadang yang membuat hal itu tidak terlaksana adalah adanya pilihan lain yang lebih tinggi prioritasnya bagi kita. Pilihan lain ini tidak selalu merupakan hal yang bertentangan dengan hal yang kita niati. Bisa jadi ia adalah hal yang baik, namun karena manusia tidak bisa berada di dua tempat berbeda untuk melakukan hal yang berbeda, maka pasti ada yang terlaksana dan ada yang tidak. Kedua pilihan itu tidak menjadi permasalahan jika tidak muncul dan perlu penyelesaian dalam waktu bersamaan, apalagi di dua tempat yang berbeda dan tidak berlaku penundaan. Kondisi bentrok secara waktu inilah yang membuat kita harus memilih salah satu diantara dua atau lebih. Dan dari keputusan inilah tercermin prioritas kita. Pilihan kita menggambarkan/mencerminkan/menunjukkan/menyatakan prioritas kita. Yang satu lebih penting dari yang lain. Bentrok pilihan A dan B bukan satu-satunya kemungkinan bentrok yang dapat terjadi, tapi mari kita sederhanakan pemikiran dengan meninjau dua pilihan ini saja. Dari beberapa kali kejadian bentrok A dan B, dapat kita lihat pilihan mana yang lebih banyak diambil. Dari situ pula, secara sederhana kita bisa simpulkan prioritas A dan B dalam diri seseorang.

Dimana hartamu berada, disitu hatimu berada.

Tindakan berbicara jauh lebih kuat dari perkataan. Jika kita bilang A lebih penting dari B, tapi kenyataannya kita lebih memilih untuk lebih sering berada di kondisi B, maka kita sedang berdusta. Jika tidak ingin dikatakan berdusta, maka mungkin bisa dikatakan kita mengalami kelainan berupa ketidaksinkronan otak dan mulut. Jika hal ini berlangsung terus menerus maka bisa jadi akan berubah menjadi sindrom ketiaksinkronan kronis. Pada kondisi terparah bisa menjadi pendusta profesional.

Seberapa banyak kita mengaku mencintai keluarga dan menganggap keluarga adalah yang terpenting tetapi waktu yang kita miliki bahkan saat libur tidak pernah kita berikan untuk keluarga? Atau mungkin kita ada bersama keluarga tapi tidak berada dalam kebersamaan? Contoh keluarga adalah salah satu diantara banyak prioritas dalam hidup kita. Hari ini mari kita merenungkan, mari kita berhitung dan mengevaluasi diri, sejauh mana keputusan kita konsisten dengan prioritas yang telah kita tetapkan. Apakah prioritasnya yang harus dirombak atau cara kita mengambil keputusan? Pilihan ada di tangan kita. Sekali lagi, pilihan kita menunjukkan prioritas kita.

Saturday, June 1, 2013

Pancasila Kini

Hari ini, bangsa Indonesia memperingati hari lahirnya Pancasila. Sebagai ideologi bangsa, Pancasila telah menunjukkan pada dunia bahwa jamrud khatulistiwa mampu menggagas ide luar biasa yang menyatukan begitu banyak suku. Indonesia sampai saat ini adalah negara dengan kemajemukan paling kompleks di seluruh dunia. Ada puluhan ribu pulau, ada ratusan bahkan mungkin ribuan suku, dan ratusan bahasa daerah. Sangatlah luar biasa bisa menyatukan begitu banyak keragaman, apalagi untuk bangsa yang berangkat dari status terjajah. Namun kenyataannya kita berhasil, sehingga lahirlah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Para pendiri bangsa ini tidak memaksakan ide satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa, karena hal itu muncul dari kesadaran, dan kesadaran itu muncul dari dalam diri pemuda-pemuda itu sendiri. Dari ide tersebut lahirlah kesatuan, dari kesatuan dirumuskanlah hal-hal mendasar yang menjadi fondasi bangsa, yakni Pancasila. Kini, mari kita renungkan, adakan kita terus membangun bangsa ini di atas fondasi yang sama? Mari kita teliti satu persatu sila.

1. KETUHANAN YANG MAHA ESA
Derasnya arus sekularisme telah begitu mengikis religiusitas sebagian masyarakat kita. Hari ini saya temukan tiga jenis manusia Indonesia berdasarkan religiusitasnya: ekstrem religius, ekstrem anti-religius, dan mediokritas. Ekstrem religius adalah orang yang sangat mengutamakan agama dalam kehidupannya, ada yang dalam kadar wajar, ada yang berlebihan hingga menimbulkan semacam ketidaksukaan dalam dirinya kepada pemeluk agama lain. Ekstrem anti-religius adalah mereka yang mungkin muak dengan kelakuan orang beragama yang tidak mencerminkan ajaran agama, sehingga mereka menyalahpahami ajaran agama dan memilih untuk tidak beragama. Sedangkan mediokritas adalah mereka yang santai saja hidupnya, beriman namun biasa-biasa saja, suam-suam, bermain di area nyamannya.

2. KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
Saya membahasakannya sebagai mengasihi sesama karena mereka sesama manusia, bukan karena sesama suku, agama, ras, bahasa, daerah asal, dan golongan. Mengasihi itu kata kerja aktif, dibuktikan melalui tindakan. Mengasihi itu tulus, tanpa pamrih. Mengasihi berarti memberi diri untuk menolong saat sesama membutuhkan pertolongan. Semua karena yang kita kasihi adalah sesama kita. Maka lihatlah, apa yang terjadi hari ini tentang kesetiakawanan, tentang gotong royong, tentang kerelaan, dan ketulusan? Individualisme telah merenggut jiwa sosial sebagian masyarakat sehingga generasi ini cenderung cuek ketimbang peduli. Kalaupun peduli, semangatnya tidak lagi tulus, tapi "wani piro?". Sebagai bangsa yang beradab mari kita memulihkan jiwa kita yang mungkin telah menjadi individualistik. Kemudian kita tampilkan dalam tindakan nyata untuk mengasihi sesama.

3. PERSATUAN INDONESIA
Sejak awal, keberagaman Indonesia telah menjadi kekuatan sekaligus tantangan (mungki bisa juga disebut celah yang bisa dieksploitasi). Pada dasarnya manusia merasa lebih nyaman berada di tengah-tengah orang yang "sama" dengannya. Namun kenyamanan ini bisa jadi sangat membosankan. Justru dengan keberagaman, terciptalah kesatuan yang unik. Mengutip seorang intelektual Indonesia, "tidak sama bukan berarti tidak bisa bersama", semangat inilah yang perlu kita tanamkan dan pupuk. Karena hari ini, tidak sedikit konflik muncul atas dasar keberagaman. Celah yang bisa dieksploitasi oleh pembuat perpecahan itu tidak akan berhasil dieksploitasi jika kita bersatu. Karena keterikatan memunculkan kekuatan.

4. KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN PERWAKILAN
Demokrasi Pancasila sebenarnya tidak sama dengan demokrasi yang ada di negara lain. Oleh karena itu kita mempunyai wakil rakyat yang mengemban suara rakyat. Adalah hal yang lucu menurut saya jika pengambilan keputusan untuk memilih pemimpin harus dilakukan oleh seluruh rakyat (yang punya hak pilih) secara langsung. Selain membengkakkan biaya, juga mengindikasikan ketidakpercayaan kepada wakil-wakil rakyat. Belum lagi pengambilan keputusan yang transaksional, langsung main voting tanpa musyawarah terlebih dahulu. Dalam keseharian masyarakat pun hal ini sudah sering terjadi. Padahal semestinya bukan suara terbanyak yang diambil keputusannya, namun ide terbaik dan paling relevan. Karena belum tentu suara mayoritas adalah yang benar, mengingat kondisi masyarakat kita yang loyalitas pada golongannya kadang mengalahkan hati nurani. Kita perlu berpulang pada semangat musyawarah untuk mufakat. Membuang ide bahwa voting adalah jalan terbaik dan satu-satunya. Voting adalah jalan terakhir saat mufakat tidak terjadi.

5. KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
Untuk hal yang satu ini, kita mungkin akan satu suara berpendapat bahwa kita harus banyak berbenah. Seharusnya, mental bangsa ini bukan mental orang terjajah. Orang yang terjajah biasanya manggut-manggut kepada penguasa. Sedangkan di Indonesia, kedaulatan adalah di tangan rakyat. Pemerintah bukan penguasa, tapi abdi rakyat. Kita bukan negara monarki absolut dimana sang raja adalah yang paling berkuasa (walaupun ada daerah istimewa). Para birokrat adalah pejabat publik yang melayani masyarakat secara adil, tidak pandang siapa yang lebih berduit dan siapa yang lebih berkuasa. Banyak aspek keadilan yang perlu dibenahi. Kesempatan memperoleh pendidikan dan sarana penunjang kesehatan adalah salah satu yang paling krusial. Jangan sampai muncul buku "orang miskin dilarang sekolah" dan "orang miskin dilarang sakit" jilid 2.

Sepertinya saya sedang curhat tentang kegalauan hati mengenai bangsa ini. Sebenarnya memang iya, namun saya tidak hendak bergalau tanpa harapan. Dari pemikiran sederhana diatas mari kita mencari lagi fondasi kita. Mari kita membangun keseharian kita dengan landasan Pancasila. Mari kita amalkan Pancasila. Mari menjadi pelaku perubahan, lebih dari sekedar berwacana. Dimulai dari individu-individu yang berubah, maka bangsa Indonesia pasti bisa berubah, menemukan kembali fondasi kita dan terus membangun diatasnya.

Tentang perubahan yang diawali dari diri sendiri dengan memberi keteladanan kepada sesama, Sang Guru Besar pernah berkata, "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka."

Friday, May 31, 2013

Si Farisi

Apa yang ada di benak kita ketika mendengar kata Farisi? Mungkin pikiran kita akan terarah kepada golongan manusia-manusia yang terkenal akan kemunafikannya. Atau mungkin sekelompok orang yang suka cari penghormatan dengan melakukan pencitraan dimana-mana. Karena pencitraan Farisi di kalangan Kristen sebagian besar cenderung buruk, maka kita sering melupakan bahwa ada diantara mereka yang sesungguhnya berbeda. Bahkan karena Yesus mengecam orang-orang Farisi kita jadi punya stigma negatif terhadap semua orang Farisi. Namun taukah dan ingatkah kita bahwa diantara mereka ada yang berbeda?

Ingatkah kita pada seorang Farisi yang mendatangi Yesus? Yang membela-Nya di tengah-tengah golongannnya sendiri ketika Yesus diadili? Yang membawa mur dan gaharu saat pemakaman-Nya? Ya, dialah Nikodemus.

Ingatkah pula akan seorang Farisi yang juga anggota Sanhedrin (Mahkamah Agama) yang membela para rasul pada saat mereka diadili, yang atas nasihatnya akhirnya para rasul dilepaskan? Ya, dialah Gamaliel.

Dan yang paling heboh. Taukah dan ingatkah kita akan murid Gamaliel? Seorang Farisi yang dulunya menganiaya jemaat, yang kemudian bertemu dengan Yesus, dan mengabdikan diri sebagai pelayanan untuk memberitakan injil kepada bangsa-bangsa lain. Seorang yang di kemudian hari termasuk dalam bilangan para rasul. Seorang yang berganti nama dari Saulus menjadi Paulus. Dan tentang Paulus, dialah sosok Farisi yang paling saya kagumi. Keteguhan hatinya, pengetahuannya, keluwesannya, dan dedikasinya sungguh luar biasa.

Paulus tidak menyangkal identitasnya sebagai orang yang dididik dengan mazhab Farisi. Toh sesungguhnya Farisi tidak berarti munafik. Orang Farisi percaya akan adanya kebangkitan, dan itulah yang digunakan oleh Paulus sebagai penjembatan untuk memberi jawaban tentang imannya pada waktu dia diadili. Tanpa kita sadari, kenyataan bahwa orang Farisi percaya akan kebangkitan sesungguhnya menjadi penjembatan untuk pemberitaan injil.

Saya jarang menemukan orang berbicara tentang kefarisian Paulus. Padahal Paulus menjadi seperti sebagaimana dia ada juga merupakan hasil didikan Farisi. Banggakah kita memiliki rasul seorang Farisi? Kalau saya sih bangga sekali. Bukan kepada kefarisian Paulus, tapi kepada Tuhan yang telah menuntun Paulus pada jalan kebenaran. Penganiayaan yang pernah dilakukannya kepada jemaat atau karena kefarisiannya boleh jadi membuat Paulus lebih banyak berkarya di luar orang Yahudi. Hari ini kenyataan masyarakat kita tak jauh berbeda dengan tindakan mengeneralisasi Farisi sebagai golongan munafik. Kadang di antara tetangga muncul pembicaraan,
A: eh, si ***** kok gini ya?
B: pantas, dia kan golongan ini, suku ini, asalnya dari...
Dalam obrolan lain,
C: hati-hati lho sama *****
D: kenapa?
C: dia kan orang ****, sombongnya minta ampun

Pandangan kita yang mengeneralisasi manusia berdasarkan golongannya berpotensi membuat kita tersesat oleh pemikiran yang salah. Sama seperti kebencian menghalangi kita melihat sisi baik seseorang, mengeneralisasi juga menghalangi kita melihat keunikan.

Semoga tulisan ini bermanfaat.

Wednesday, May 22, 2013

Tips Membaca Buku

Buku adalah jendela dunia. Begitulah yang kita pelajari sejak kecil. Bagi orang yang cenderung auditori ketimbang visual seperti saya, membaca buku bisa jadi hal yang kurang menyenangkan. Namun ketika saya menyadari bahwa di bumi ini sumber pengetahuan lebih banyak berupa media visual daripada audio, maka saya memutuskan untuk mencintai buku.

Prinsip saya, entah sudah pernah ditulis di blog ini atau belum, adalah, "cinta itu keputusan, dan keputusan dapat mengarahkan perasaan untuk mengikutinya". Dari era analog sampai digital memang resource untuk menambah wawasan selalu lebih banyak visual daripada audio. Selain itu, audio book juga menimbulkan kendala yaitu ukuran file yang jauh lebih besar daripada ebook. Hal inilah yang membuat saya harus mencintai kegiatan membaca.

Berikut akan saya bagikan tips membaca buku. Tips ini hanya berlaku bagi anda yang telah memutuskan untuk mencintai buku(lebih tepatnya mencintai membaca). Bagi anda yang belum, putuskanlah untuk mencintai buku sekarang sebelum anda menyesal! (berbau ancaman,hehehe). Sebenarnya, untuk apa perlu tips membaca? Jawaban sederhananya agar kita memperoleh sebesar-besarnya manfaat dari buku tersebut. Ada buku yang mudah dan ada yang sulit dipahami. Sampai saat ini saya memiliki satu buku yang sudah dipinjam oleh tiga orang, dan semuanya menyerah untuk menyelesaikannya, padahal buku itu tidak tebal(jangan membayangkan itu buku yang menyeramkan, sadis, atau membosankan). Menurut para peminjam, buku tersebut 'berat'. Dari latar belakang inilah saya berniat menulis tips, yang sebenarnya berdasarkan pengalaman pribadi. Dan inilah tipsnya.

MILIKI NIAT UNTUK BACA SAMPAI SELESAI
Jika kita hanya menyelesaikan separuh buku, bisa jadi hanya separuh manfaat yang kita peroleh. Sering saya temui orang-orang yang setengah tahu, biasanya berlagak tahu. Waspadalah, karena potensi ini juga mungkin terjadi pada kita. Orang yang berlagak tahu biasanya berujung pada mempermalukan diri sendiri, terutama ketika dipertemukan dengan orang yang benar-benar tahu. Saya selalu membaca bab Pendahuluan lebih dahulu karena dari situ saya dapatkan gambaran secara umum apa yang akan diselami di bab-bab berikutnya. Kata pengantar juga cukup penting karena dari sana kita tahu siapa yang me-review buku tersebut dan merekomendasikannya pada kita. Semakin terkenal/berpengaruh/kompeten sosok yang menulis kata pengantar, kita semakin yakin bahwa buku itu berkualitas. Sekali lagi selesaikanlah, terlepas anda mengerti atau tidak.

CATAT HAL YANG DIPAHAMI DAN TIDAK
Dengan mencatat hal yang dipahami, kita memberi efek perekat pada ingatan kita tentang sesuatu yang dicatat. Selain itu kita juga lebih mudah mengaksesnya jika diperlukan. Setelah mencatat hal yang tidak/belum dipahami, berusahalah mencari tahu dengan informasi tambahan, bisa dari googling, buku lain, tanya pakar, dsb. Dengan demikian kita mendapat pencerahan dan menjadi paham. Buatlah catatan setiap selesai membaca, entah itu selesai setengah bab, satu bab, atau lebih. Kadang hal-hal yang tidak kita pahami di bab sebelumnya akan menemui pencerahan di bab berikutnya. Dengan membuat catatan, kita akan mudah mengakses informasi yang ingin kita perdalam dengan cepat. Setelah semua terbaca, rapikan lagi catatan kita supaya lebih sedap dibaca dan memiliki alur yang baik. Catatan ini bisa menjadi rujukan bagi kita maupun orang lain yang hendak membaca buku tersebut.

ULANGI
Kita bukan manusia super yang dapat memahami dengan sempurna seluruh isi buku dalam sekali baca. Kadang kita masih belum paham tentang sebagian isi buku tersebut, setelah dicatat dan cari informasi di luar masih juga belum mendapat pencerahan. It's ok. Teruskan membaca sampai selesai dan ulangi membaca lagi dari awal. Kadang pencerahan didapatkan saat membaca ulang. Tiba-tiba seolah-olah muncul lampu terang(cling!), eureka!!! Bahkan kadang kita mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang hal yang sebelumnya sudah kita pahami. Dengan pengulangan, yang samar semakin terlihat, yang terfragmentasi menjadi utuh.

Demikian tips sederhana membaca buku dari saya. Semoga bermanfaat bagi pembaca yang budiman.
Salam baca.

Wednesday, May 8, 2013

Padi dan Tong

Padi dan tong, mungkin ini dua hal yang tidak umum dimunculkan secara bersamaan dalam satu judul. Ini juga bukan plesetan dari lambang ke-lima dari Pancasila yaitu padi dan kapas. Ini adalah kisah tersendiri antara padi dan tong.


Filosofi padi, semakin berisi semakin merunduk. Semakin hari saya semakin sering bertemu dengan orang-orang sederhana yang luar biasa. Mereka adalah orang-orang dengan kompetensi hebat yang boleh jadi tidak terekspos karena tidak pandai mencitrakan diri sebagai orang hebat. Cara hidup mereka sederhana, perkataan mereka sederhana, namun kesederhanaan itu penuh makna. Saya menyayangkan bahwa kualitas seperti ini yang menurut saya lebih daripada mereka yang berdiri di panggung dan mimbar, harus "tidak terlihat" oleh karena kesederhanaan mereka. Namun ketika berpikir ulang, saya menyadari bahwa setiap pribadi punya peranan dan "panggung" masing-masing di dalam dunia. Toh masih ada orang berisi dan sederhana yang berada di panggung gemerlap, contohnya Jokowi. Orang-orang sederhana ini tidak peduli apakah mereka akan terkenal atau tidak. Yang mereka pedulikan adalah bagaimana dirinya minimal tidak menyusahkan orang lain, terlebih lagi bagaimana mereka dapat menolong orang lain. Kearifan mereka memberi kesaksian bahwa dengan berbagi mereka mengalami multiplikasi, dengan memberi mereka tidak kekurangan, justru makin bertambah-tambah.


Sebaliknya, tong kosong nyaring bunyinya. Orang-orang yang sok tahu atau berlagak tahu biasanya adalah orang-orang yang sedikit tahu. Dengan pengetahuan yang sedikit tapi sudah merasa hebat, orang-orang ini berkoar-koar tentang sesuatu yang sebenarnya hanya mereka ketahui secara dangkal. Harap maklum, awal kita memperoleh pengetahuan adalah saat paling menggairahkan. Dan saat pengetahuan itu digali lebih dalam, biasanya gairahnya tak sehebat saat pertama. Namun lebih baik untuk terus menggali dengan gairah yang meredup daripada muncul ke permukaan dengan pengetahuan yang dangkal. Dari penggalian itu didapati nilai-nilai kearifan, kesederhanaan, keuletan, dan seni mengelola diri. Orang yang terus menggali tahu bahwa diperlukan upaya dan keringat lebih banyak, perhatian lebih banyak, keseriusan lebih banyak, dan kesabaran lebih banyak. Mereka juga mengantisipasi kebosanan, karena sangat sulit untuk tidak bosan melakukan sesuatu di ladang yang sama selama bertahun-tahun. Namun di ladang yang sama itu, saat kita menggali, akan ditemui hal-hal baru yang memperkaya diri dan menjadi obat penawar bagi kebosanan.


Saya akan memberi contoh sederhana yang bisa kita lihat dalam kehidupan sehari-hari tentang dua tipe manusia berdasarkan tingkat keberisiannya. Salah satu contoh tong kosong adalah mahasiswa yang doyan demonstrasi. Menentang ini itu, menolak ini itu, dan menuntut ini itu. Kita bisa teliti seberapa besar demonstrasi itu solutif dan konstruktif. Apakah mereka memberi solusi atau hanya berteriak? Pernah suatu ketika di media seorang mahasiswa diwawancara ketika melakukan demonstrasi dengan pertanyaan, "Apakah anda punya solusi untuk hal ini?", dan dia menjawab, "Biarkan orang-orang di DPR dan pemerintah yang memikirkannya, mereka kan digaji mahal untuk itu". Saya spontan berkata, "Ancen arek longor. Lek gak duwe solusi mbaliko nang kelas ae leee. Sinau sing rajin." (Dasar anak @&%*. Kalau tidak punya solusi belajar saja yang rajin di kelas). Saya tidak anti dengan demonstrasi, tapi perlu digarisbawahi bahwa demonstrasi haruslah solutif, aplikatif, konstruktif, dan kontekstual. Contoh lain adalah diri kita sendiri ketika menonton tayangan olahraga di TV. Kita berperan sebagai supporter sekaligus komentator. Kita mengomentari kesalahan-kesalahan yang terlihat padahal komentar kita tidak bisa mengubah jalannya pertandingan. Kita bahkan tidak bisa lebih baik dari mereka yang kita komentari. Sekarang mari kita lihat contoh orang berisi, mereka banyak sekali di sekitar kita (semoga). Saya bertemu tukang soto, tukang cukur, tukang becak, petani, penjual mainan anak-anak, montir, guru, ibu rumah tangga, dan berbagai macam orang dengan profesinya masing-masing. Mereka adalah profesional di bidangnya. Mereka berdedikasi untuk orang lain, bukan cuma hidup untuk diri sendiri dan keluarganya saja. Orang-orang bersahaja inilah yang membuat saya tersenyum menyaksikan kesederhanaan mereka. Seorang teman pernah berkeluh bahwa sebagian koleganya suka memamerkan kekayaan di jejaring sosial. Saya berkata sederhana saja kepada teman ini, bahwa sesungguhnya mereka yang suka pamer kekayaan itu miskin alias belum berisi. Mereka miskin pengakuan, miskin penghargaan, sehingga berpikir bahwa untuk membuat dirinya dihargai atau dikagumi maka dia perlu memamerkan harta. Jika mereka telah kaya bukan hanya lahir namun juga batin, tentu mereka tidak memamerkan harta lahiriahnya di jejaring sosial.


Untuk mengakhiri tulisan ini, saya akan mengutip pernyataan dari dua tokoh besar yang pernah ada dalam sejarah. Ribuan tahun yang lalu, seorang raja yang termasyur karena kebijaksanaannya berpesan,
Jangan banyak bicara. Orang yang banyak bicara membuat banyak kesalahan. Karena itu, bersikaplah bijaksana dan kendalikanlah lidahmu.
Amsal 10:19 FAYH


Dan seorang Farisi yang sangat saya kagumi menasihatkan,
Bekerjalah bersama-sama dengan senang hati. Jangan berlagak seperti orang besar. Janganlah mengambil hati orang-orang yang penting, melainkan hendaklah Saudara merasa senang bergaul dengan orang biasa. Janganlah menganggap diri Saudara mengetahui segala-galanya.
Roma 12:16 FAYH

Thursday, April 25, 2013

Renungan Hati

Hatiku adalah milikku. Tak kan kuberikan pada siapapun, kecuali aku tahu ia akan menjaganya dengan baik. Tapi bagaimana aku bisa yakin ia akan menjaganya? Bagaimana aku tahu bahwa ia tak akan menyakiti hatiku jika aku memberikannya? Kurasa tak ada jaminan siapapun tak akan menyakiti di kemudian hari, karena itu tak kan kuberi hatiku pada siapapun. Selama hatiku tetap bersamaku, orang lain tak kan kubiarkan menyentuhnya. Tak ada jaminan sentuhan lembut tak akan berubah jadi pukulan yang menyakitkan. Sentuhan yang mereka sebut kasih sayang pun bisa berubah menjadi kepalan tinju karena cemburu.


Namun, jika aku tak ijinkan siapapun menyentuh hatiku, maka hidupku akan terlihat dingin. Kebaikan siapapun akan terasa biasa, tak ada penghargaan atau terimakasih. Setiap interaksi dengan siapapun aku akan menjadi seperti robot. Robot melakukan segala sesuatu karena memang begitulah seharusnya dia diprogram. Dan jika kulakukan itu, maka aku akan menjadi lebih hina daripada anjing. Karena anjing tahu berterimakasih dan mengabdi dengan rasa senang. Apa yang lebih hina daripada anjing? Tentu saja kotoran anjing. Dan lihatlah, perenungan ini telah mendapat satu pencerahan bahwa anjing lebih mulia daripada robot, bahkan jika kita punya robot yang harganya puluhan kali harga anjing.


Baiklah, jika memang melindungi hati dari sentuhan orang lain membuatku lebih rendah daripada anjing, lantas bagaimana agar hatiku tak tersakiti? Ketika aku berpikir lagi ternyata muncul pertanyaan baru, apakah ada jaminan bahwa hatiku tak akan tersakiti oleh orang lain jika aku menjaganya agar tak tersentuh mereka? Lebih tepatnya, adakah pribadi lain selain orang lain yang berpotensi menyakiti hatiku? Aaaargh...ternyata ada, dan itu adalah aku sendiri. Bahkan jika dihitung-hitung, yang paling sering menyakiti hatiku adalah diriku sendiri. Semoga saja tidak banyak orang yang seperti aku, yang mendapati bahwa diri sendiri ternyata adalah pelaku paling bengis dan paling sering menyakiti hati dibandingkan orang lain. Pikiranku yang suka terbang kemana-mana, otak bodoh yang sering memikirkan hal-hal aneh, keinginan dan perhitungan muluk-muluk yang terjadi dalam diri, itulah yang kerap menghasilkan kekecewaan, kekuatiran, dan menyakiti hati.


Sampai disini aku menyadari tidak ada tempat yang benar-benar aman, tanpa resiko tersakiti, dimana aku bisa meletakkan hatiku. Aku menyadari bahwa esensi menjadi manusia adalah melakukan setiap tindakan dengan pertimbangan akal dan hati nurani, lebih daripada binatang. Akupun menyadari bahwa melakukan akivitas dengan hati, berinteraksi dengan orang lewat hati, sama halnya membiarkan hati kita disentuh oleh orang lain, mengandung resiko yang tak terelakkan yaitu tersakiti, patah hati, dan semacamnya. Akhirnya ada kalimat penutup untuk petualangan ini,

"Jika tak ingin patah hati jangan pernah memberi hati, namun jika tak mau memberi hati jangan jadi manusia".


Eits, pengembaraan belum selesai karena masih ada satu petualangan yang belum diungkapkan. Petualangan ini mungkin akan disebut oleh kaum atheis sebagai bualan atau omong kosong, tapi karena aku mengalami secara pribadi maka aku mengimani, bukan halusinasi, ilusi, atau keyakinan tak berdasar. Memang pengalaman itu subyektif, namun pengalaman yang dialami jutaan manusia dari masa ke masa membuat mataku terbuka lebar, tidak ada ilusi atau halusinasi yang bisa bertahan bahkan berkembang ribuan tahun. Apa yang sedang kubicarakan adalah tentang suatu Tempat, yang akhirnya kutemukan (lebih tepatnya Dia yang menemukanku), yang kepada-Nya aku bisa percayakan hatiku seutuhnya. Dialah Sang Ilahi, Sumber kehidupanku dan yang kepada-Nya hidupku bermuara. Satu-satunya Pribadi yang telah terbukti tak pernah menyakiti ataupun mengecewakan. Akhirnya, kalimat penutup pengembaraan yang morat-marit ini adalah,

"Jika kau percaya Sang Ilahi, yang kepada-Nya kau memperhambakan diri, percayakan hatimu pada-Nya, bukan hanya hatimu, tapi seluruh hidupmu. Karena hamba adalah milik Tuan, dan Sang Tuan tak pernah mengecewakan hamba, justru hamba lah yang seringkali mengecewakan Tuan".


* Kalimat dalam tanda kutip itulah yang kuucapkan pada diri sendiri.

Sunday, April 21, 2013

Sekilas Tentang Kartini dimata Seorang Pemikir Bodoh

Selamat hari Kartini bagi yang terinspirasi oleh perjuangan Kartini.


Sosok Kartini kita kenal sebagai tokoh pejuang emansipasi/kesetaraan perempuan Indonesia. Melalui tulisan-tulisannya terurai kegalauan hati seorang perempuan yang punya mimpi besar namun terkungkung oleh sistem yang tidak memungkinkannya meraih mimpi besar itu. Tulisan berupa surat-surat yang dikirim kepada sahabat pena itu yang kemudian disatukan menjadi sebuah buku dan dikenal di Indonesia dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang. Terlepas dari kontroversi mengenai keberadaan surat-surat yang dibukukan dalam Habis Gelap Terbitlah Terang, saya menganggap surat-surat itu sungguh ada untuk mempersempit ruang lingkup penelitian. Saya anggap kumpulan surat yang dibukukan itu sungguh berasal dari kiriman Kartini, bukan rekayasa Belanda karena politik etis. Dan jika memang surat-surat itu sungguh nyata, tugas berikutnya adalah mencari dan membacanya, agar tahu pemikiran-pemikiran Kartini secara utuh. Sudahkah kita tahu apa saja yang diperjuangkan Kartini kala itu? Dari beberapa kutipan tulisannya saya menyimpulkan bahwa jiwa muda Kartini begitu membara ketika menuangkan ide. Ya, beliau memang muda kala itu. Bahkan beliau wafat di usia muda, tak mencapai umur saya saat ini. Walaupun perjuangannya lebih bersifat ide daripada tindakan, namun dalam pandangan saya, untuk ukuran wanita pada masa itu, Kartini sangat cerdas dan kritis.


Dimulai dari ide, diwujudkan dalam tindakan yang berkesinambungan oleh generasi-generasi berikutnya yang terinspirasi oleh ide itu. Kini, perempuan Indonesia yang merdeka sungguh merdeka mengenyam pendidikan dan mengejar cita-cita. Bukan untuk menyaingi atau mengalahkan kaum pria, namun mengikuti jalur impiannya. Dan bagaimanapun juga, kesetaraan yang diperjuangkan Kartini tetap tidak membuatnya mengingkari kodrat dan tanggungjawabnya sebagai perempuan.


Di dunia ini tak ada kebebasan tanpa tanggungjawab, tak ada kesetaraan tanpa batas.

Friday, April 19, 2013

Tahun Tahun Sisa Hidupku Yang Singkat

Pernah terbayang di pikiran bahwa umurku tak akan lama lagi. Ini bukan pikiran orang yang sedang putus asa karena penyakit ganas, karena saat ini tubuh ini terasa sangat sehat. Bukan pula putus asa karena gagal mencapai tujuan atau semacamnya. Hanya saja, kadang aku merasa hidupku tak akan lama lagi.

Terlepas dari apakah itu sekedar firasat atau memang efek samping dari kebanyakan ngopi, akhirnya aku mulai merenung. Ada banyak impian yang jika aku harus mati sekarang mungkin tak akan ada yang meneruskannya. Tentu saja, karena aku belum punya keturunan jasmani. Bahkan jika sudah punya pun, akankah anakku akan meneruskan impianku? Bukankah setiap pribadi itu unik? Dan tiap-tiap pribadi punya impian yang belum tentu sama dengan ayah mereka. Hal yang paling jelas adalah hidupku sendiri. Aku memilih jalan hidup yang berbeda dengan ayahku. Beberapa orang mempertanyakan mengapa aku tak meneruskan usaha yang beliau rintis. Semua kujawab enteng, karena aku bukan ayahku.

Kemudian perenungan membawaku bertanya, apa untungnya tahu kapan akan mengalami kematian? Apakah aku tidak takut mati? Bahkan mungkin jika mati konyol. Database otak membaca suatu pernyataan dari orang yang tak kuingat siapa namanya yang berkata, "lebih baik mati konyol daripada hidup konyol". Sedikit banyak aku setuju dengan hal itu, walau jika boleh memilih pasti ingin hidup terhormat dan mati terhormat.

Kembali kepada pertanyaan, apa untungnya tahu kapan kita akan mati? Bukankah nanti justru menimbulkan ketakutan? Mungkin saja iya. Mengetahui kapan hidup ini akan berakhir sangat mungkin menimbulkan rasa takut. Namun, ketika mengingat bahwa kematian adalah jalan pulang menuju rumah yang sesungguhnya, justru rasa senang dan rindu yang muncul. Mungkin pula ada beberapa keuntungan jika tahu kapan akan menghadapi kematian. Hal paling sederhana, mungkin akan mendatangi orang-orang terkasih dan mengucapkan "i love you" sesering mungkin. Bisa jadi mendatangi orang-orang yang berjasa selama hidup dan mengucapkan "terimakasih". Atau mendatangi orang-orang yang pernah kita kecewakan atau sakiti dan berkata "tolong maafkan aku". Bahkan hingga hal yang sedikit lebih rumit, yaitu mencoba mewujudkan impian-impian sebisa yang sanggup dicapai. Mewariskan impian-impian kepada siapapun yang memiliki mimpi yang sama. Dan berbicara tentang warisan, timbullah pertanyaan baru, apakah yang telah dan akan kuwariskan bagi generasi mendatang? Apakah cara hidup yang konyol ataukah teladan yang baik? Orang dikenang melalui apa yang ia wariskan bagi sejarah umat manusia.

Membayangkan bahwa akan berpulang ke rumah sejati sungguh memunculkan semacam pengharapan dalam hati. Bukan ketakutan, namun kekuatan. Itulah yang membedakan berpikir tentang kematian bagi mereka yang patah asa dengan yang tidak. Orang yang patah asa ingin mengakhiri hidup karena ingin lari dari kenyataan, tapi orang yang berpengharapan menantikan kematian sebagai jalan pulang bukan dengan menyia-nyiakan waktu yang tersisa, melainkan mengisinya dengan makna.

Mungkin bagi sebagian orang aku terkesan aneh karena membicarakan kematian diri sendiri dengan antusias. Tapi inilah aku. Aku tidak gila. Aku manusia normal. Aku tidak akan menjemput kematian dengan membuatnya datang lebih cepat. Aku menantikannya. Seperti seorang yang menanti kekasihnya dengan penuh kerinduan dan pengharapan.

Pemikiran sering membawaku melesat ke perenungan dan petualangan alam imaji. Pada beberapa petualangan, aku menjadi sangat sentimental sehingga lebih memilih aku daripada saya, seperti yang sekarang terjadi. Dalam hidupku yang singkat, aku ingin mewariskan teladan yang layak dibaca generasi berikutnya sebagai teladan luhur. Menjalani hari-hari kedepan seolah masih ada ratusan ribu hari, dan menanti seolah sang kekasih akan datang menjemput hari ini.

Thursday, April 18, 2013

Ketika

Ketika tawa dan air mata harus diperankan dalam satu adegan, aku memilih membisu diantara dua kutub yg bertentangan.

Ketika kesadaran dan mimpi menyatu, entah disebut setengah sadar, ngelindur, atau apapun, yg jelas itu indah.

Ketika malam tak lagi menghadirkan kantuk dan siang tak mendatangkan gairah, bumi serasa berputar dari timur ke barat.

Ketika air dan minyak telah menyatu menjadi busa, keduanya tak menyesal dengan wujud barunya.

Ketika peluh dan doa berpadu, setiap peluh adalah doa dan setiap doa terwujud oleh peluh.

Ketika langit tak lagi jadi bapa dan bumi tak lagi jadi ibu, anak manusia lah yang meneteskan benih dan mengandung di perutnya.

Ketika kata tak lagi sekedar simbol bahasa, setiap gerakan, lirikan, senyum, adalah kata dalam bahasa universal.

Ketika kesahajaan dan kejujuran berpadu dalam kanvas, lahirlah mahakarya lukisan. Ketika berpadu dalam nada, lahirlah lagu kehidupan.

Ketika manusia, dalam kesadaran kodratnya menyadari kesetaraan, terciptalah perdamaian.

* Ketika fajar menerpa mataku yang belum terpejam.

Sunday, April 7, 2013

7 cowards

Pembaca yang budiman dan setia, seminggu lalu saya jalan-jalan ke Grand City Mall untuk lihat pameran Kelas Inspirasi Surabaya. Setelah mondar mandir kesana kemari dan merasa cukup puas dengan pamerannya, saya memutuskan untuk beranjak. Bukan sebuah kebetulan bahwa di dekat area pameran ada obral buku dari Gramedia. Awalnya saya ragu untuk melihat buku-buku karena dari kejauhan tampaknya ini cuma obral buku anak, kenyataannya kaki saya melaju juga kesana.

Setelah berjalan menyusuri rak-rak buku anak, akhirnya ketemu juga bagian buku dewasa. Namanya juga buku obralan, tentu buku-buku yang diobral bukan buku baru. Mengesampingkan baru atau tidaknya suatu buku, saya lebih suka melihat dari sisi manfaat dan relevansi. Misalnya: majalah komputer jadul sih malas beli, tapi kalau buku tentang parenting yang relevan untuk diterapkan di berbagai jaman kenapa tidak?

Syukurlah ada beberapa buku yang memang tidak terbungkus, sehingga bisa diintip isinya. Dan ada satu buku yang kondisinya sudah tidak terbungkus plastik, stok cuma ada satu, dan sudah berkerut di beberapa bagian. Buku ini lebih layak dikatakan buku bekas daripada buku sisa. Tapi judulnya yang provokatif telah berhasil membuat saya mengintip isinya. Buku itu berjudul 7 (seven) Cowards. Buku ini ditulis oleh Edysen Shin, di dalamnya dijelaskan ada tujuh macam kualitas pecundang yang bisa jadi bahan perenungan mengapa kita tidak bisa hidup maksimal. Apa yang disampaikan di buku ini cukup menohok saya, karena ternyata saya pecundang yang takut untuk hidup maksimal. Saya akan bagikan ketujuh poin ketakutan yang menempatkan kita menjadi pecundang. Inilah ketujuh hal itu:

1. Takut bermimpi besar
2. Takut hidup santai
3. Takut memberi
4. Takut menderita dan ditertawai
5. Takut berteman dengan orang sukses
6. Takut mengampuni
7. Takut gagal

Saya tidak akan menerangkan satu persatu tentang ketujuh ketakutan diatas. Jika pembaca benar-benar ingin tahu secara detail silahkan beli bukunya. Dari ketujuh poin diatas kita sebenarnya bisa memperkirakan penjelasannya akan seperti apa. Namun jika masih belum bisa memperkirakan, beli saja bukunya. Saat obral buku tersebut dihargai Rp 10.000 saja. Sangat layak untuk isi yang bermutu.

Sepulang dari Grand City saya banyak merenung tentang ketujuh hal itu. Lebih daripada itu, saya belajar untuk beranjak dari sana. Perubahan bukan sebuah perubahan sampai terjadi perubahan, demikian kata Ed Cole, penulis Maximize Manhood. Perubahan diawali dari pola pikir dan diwujudkan dalam tindakan. Saya berharap dengan sharing sederhana ini pembaca juga dapat mengoreksi diri. Adakah ketakutan yang kita miliki yang menghambat kita menjadi pribadi yang maksimal? Mari beranjak dari ketakutan menuju keberanian. Kita lahir untuk jadi pemenang, bukan pecundang.

Semoga tulisan singkat ini bermanfaat. Oh ya, sebenarnya saya tidak jadi beli buku ini, tapi buku The New Gold Standard yang berkisah tentang seluk beluk bisnis hotel Ritz-Carlton. Hehehe...

Monday, March 18, 2013

Sedikit Tentang Tujuan

Salam jumpa para pembaca yang budiman. Hari ini saya mengikuti sesi terakhir dari serangkaian sesi Camp Pria Muda Sejati yang diadakan oleh CMN Indonesia. Camp sudah dilakukan pada tanggal 1-3 Maret lalu di Trawas, dan hari ini adalah sesi penutup sekaligus wisuda (ini camp apaan sih kok ada wisudanya? Bagi para pria saya rekomendasikan untuk ikut supaya bisa mengalami sendiri). Saya tidak akan bahas apa yang dipelajari pada tiap sesi, tapi hanya pada sesi terakhir tadi.

Sesi terakhir bicara tentang Man of Destiny. Para pria diciptakan oleh Tuhan untuk tujuan yang ditetapkan-Nya. Ketika saya mendengar kalimat itu ingatan saya spontan membawa kepada perenungan yang saya lakukan beberapa minggu sebelumnya. Segala sesuatu yang ada di dunia ini diciptakan untuk maksud dan tujuan tertentu. Tidak ada satu hal pun di dunia ini yang keberadaannya tidak bermakna. Jika pembaca sepakat dengan hal ini, maka saya akan bawa kepada kondisi yang sekarang ada. Kadang kita temui kondisi dimana seseorang merasa hidupnya tidak berarti, atau suatu benda yang bekerja diluar fungsi yang seharusnya. Mengapa ada orang-orang frustasi dengan dirinya? Hal pertama yang perlu diperiksa adalah apakah ia sudah tahu tujuan dirinya diciptakan? Jika jawabannya adalah belum maka tidak perlu kita lebih jauh menelusuri lagi. Jika kita tidak tahu tujuan hidup kita, maka kita rentan menyalahgunakan hidup kita. Sebuah ponsel diciptakan untuk bisa bertelepon, bukan untuk nimpuk penjahat atau dibanting jika kita kesal. Penyalahgunaan (abuse) fungsi sangat bisa mengarah kepada disfungsi. Disfungsi menyebabkan kemandulan alias tidak produktif.

Ketidaktahuan kita akan fungsi dan tujuan diri kita menyebabkan kita hidup sesuka hati. Dan ini yang akan menghancurkan masa depan kita. Seperti sebuah ponsel diciptakan untuk bertelepon, bukan untuk diputer, dijilat, dan dicelupin. Setelah kita sepakat bahwa segala sesuatu yang ada dibawah kolong langit ini memiliki fungsi dan tujuan, maka kita juga harus paham prinsip kerjanya. Jika kita tahu fungsi ponsel adalah untuk bertelepon tapi tidak tahu bagaimana cara menggunakannya maka kita berpotensi menimbulkan kerusakan pada ponsel tersebut. Sama seperti ponsel, semua hal bahkan termasuk kehidupan kita ada aturan mainnya. Ada prinsip kerja yang tidak boleh dilanggar. Karena ketika prinsip dilanggar, sejatinya kita sedang menjauh dari tujuan. Menggunakan sesuatu diluar fungsinya adalah sebuah kesalahan. Kita tidak bisa menyelesaikan soal termodinamika dengan menggunakan teori Maxwell tentang gelombang elektromagnetik. Soal termodinamika harus diselesaikan dengan hukum termodinamika. Jadi, hal kedua yang perlu dimengerti setelah tahu fungsi dan tujuan adalah prinsip kerja. Dengan tahu prinsip kerja maka kita bisa memperlakukan segala sesuatu termasuk hidup kita sendiri dengan benar. Orang Indonesia terkenal tidak pernah baca manual book perangkat sebelum terjadi kebingungan atau kerusakan. Kebiasaan ini harus diganti dengan kebiasaan yang benar.

Baiklah jika semua yang kita perlukan untuk berfungsi sebagaimana mestinya sudah kita ketahui perihal apa saja, lantas kepada siapa kita dapat bertanya atau belajar supaya kita mendapat jawaban? Semua yang diciptakan memiliki pencipta. Kepada siapa kita bisa bertanya apa fungsi, tujuan, dan prinsip kerja sesuatu dengan tepat? Penciptanya adalah jawaban paling tepat. Dan kabar baiknya, hampir selalu penciptanya akan meninggalkan dokumentasi mengenai hal yang diciptakannya. Kita tidak akan belajar mengoperasikan iPhone dengan membaca manual book Nokia. Pencipta iPhone telah mendokumentasikan penemuannya dalam sebuah manual book supaya bisa dipelajari. Karena mereka tidak akan bisa hadir secara langsung di hadapan setiap pembeli iPhone untuk menjelaskan fungsi, tujuan, dan prinsip kerjanya. Dalam konteks kehidupan kita sebagai manusia, Pencipta kita bukan hanya mendokumentasikan semua yang perlu kita ketahui tentang diri kita, melainkan Dia juga bersedia hadir bersama kita untuk mewujudkan tujuan itu. Setiap saat Dia selalu ada dekat saat kita memanggil nama-Nya. Karena hanya pencipta yang berhak mendefinisikan karyanya seperti apa yang dikehendakinya. Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat bagi pembaca yang budiman.

Sunday, March 17, 2013

Pasangan Hidup (bag 3)

Salam jumpa kembali pembaca yang budiman. Kali ini saya akan meneruskan kisah luar biasa tentang sepasang manusia pertama yang ada di dunia. Tulisan ini adalah bagian ketiga dari seri Pasangan Hidup. Pada bagian pertama kita belajar bahwa inisiatif untuk manusia berpasangan berasal dari Tuhan. Dan pada bagian kedua kita belajar bahwa Tuhan berikan tanggungjawab atas manusia yang harus diselesaikan sebelum memasuki kehidupan berpasangan. Nah, pada bagian ketiga ini kita akan pelajari kelanjutan kisah kasih yang luar biasa ini.
 
Kej 2:21 Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging.
 
Setelah Adam menyelesaikan tugasnya, Tuhan membuatnya tidur nyenyak. Setelah tugas yang begitu berat itu selesai dikerjakan, ada kemungkinan bahwa tubuh Adam letih. Walau tidak diceritakan dengan jelas bahwa hal itu terjadi, namun kemungkinan bahwa Adam mengalami keletihan itu ada. Salah satu bagian paling menarik dari Alkitab yang menumbulkan kekaguman dan memunculkan banyak pertanyaan adalah kisah-kisah sebelum manusia jatuh dalam dosa. Namun disini saya tidak akan membahas mengenai hal itu. Baiklah, mari kita kembali ke topik. Tuhan Allah membuat Adam tidur nyenyak, karena memang manusia sangat mungkin mengalami keletihan walau diciptakan serupa dan segambar dengan-Nya. Buktinya Tuhan ciptakan bahan-bahan yang bisa dimakan oleh manusia. Jika manusia butuh makanan, maka ia juga butuh memulihkan tenaga yang terkuras karena aktivitas. Allah itu Roh, namun manusia adalah makhluk roh sekaligus daging. Ini yang membuat manusia perlu makanan dan istirahat.

Tuhan bukan hanya membuat Adam tidur, namun tidur nyenyak. Tidur yang pulas, berkualitas, dalam, dan susah dibangunkan. Dan apa yang terjadi sementara Adam tidur nyenyak? Tuhan mengambil salah satu rusuk Adam dan menutupnya dengan daging. Disini Tuhan sedang berkarya. Di saat yang tidak disadari olah Adam, tangan Tuhan sedang berkarya. Berkarya untuk mewujudkan apa yang dikehendaki-Nya, yaitu memberikan pasangan yang sepadan buat Adam. Pelajaran penting pertama yang bisa kita petik disini adalah waktu Tuhan adalah waktu yang tidak kita sangka atau sadari. Tuhan membentuk pasangan kita pada saat kita tidak sadari. Kedua, percayakanlah hal pembentukan pasangan kita kepada-Nya. Mempercayai Tuhan melibatkan menyalibkan keakuan. Karena pasangan kita, walaupun dibentuk dari bagian diri kita, dia bukanlah milik kita, dia milik Allah. Dan Dia yang adalah sempurna dalam segala karya-Nya, tidak akan memberikan rumput liar padahal anak-Nya butuh roti. Tuhan kitalah yang membentuk karakter dan kepribadian pasangan kita. Bukan bagian kita merisaukan hal ini. Bagian kita adalah bertanggungjawab atas tugas-tugas yang diberikan-Nya sebagai pelatihan kita menuju kehidupan rumah tangga. Bagaimana mungkin kita akan bertanggungjawab dengan kesehatan, keuangan, kerohanian, dan kebutuhan-kebutuhan pasangan jika kita tidak bertanggungjawab mengenai hal-hal itu atas diri sendiri?

Maka kesibukan yang perlu kita pelihara selama masa penantian Tuhan pertemukan kita dengan pasangan adalah melakukan tanggungjawab pribadi dengan sebaik-baiknya dan melatih diri untuk menjadi seorang suami, istri, ayah, dan ibu. Wahai para pria, tugas dan tanggungjawab seorang suami dan ayah itu sangat berat, bahkan lebih berat daripada seorang presiden. Seorang yang bisa memimpin keluarganya dengan baik dan penuh tanggungjawab pasti bisa memimpin orang lain dengan baik. Sebaliknya, orang bisa menampakkan diri sebagai figur pemimpin yang baik di luar keluarga namun di keluarganya sendiri tidak bertanggungjawab secara jasmani dan rohani, maka tinggal tunggu tanggal mainnya, citra dirinya di depan orang banyak akan hancur berantakan. Dan para wanita, tugas seorang istri dan ibu itu juga tidak mudah sama seperti bagi pria menjadi suami dan ayah itu tidak mudah. Mari kita belajar bertanggungjawab sebelum benar-benar memasuki kehidupan berpasangan. Baiklah, sekarang kita lanjutkan kisahnya.

Kej 2:22 Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu.

Biarkan Tuhan yang berkarya atas pasangan kita. Bagian kita adalah mempercayai-Nya dan mempersiapkan diri. Dan apa yang terjadi setelah Tuhan selesai membentuk kita dan pasangan menjadi pribadi yang utuh? Dia mempertemukan kita dan pasangan sebagaimana Dia mempertemukan Adam dan istrinya. Waktu yang terbaik untuk mempertemukan pasangan adalah ketika keduanya telah utuh sebagai pribadi dan siap untuk membina hubungan berpasangan. Dan ketika waktu itu tiba, inilah yang terjadi.

Kej 2:23-24 Lalu berkatalah manusia itu: "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki." Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.

Ketika Adam dipertemukan dengan yang sepadan, AHA! Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Saat dipertemukan pun Adam tidak lantas jadi lupa tanggungjawab. Sebab kalangsungan bumi adalah tanggungjawab Adam, termasuk makhluk cantik yang belum bernama yang dia temui sekarang. Adam kembali melakukan tugasnya sesuai otoritas yang diberikan Tuhan padanya atas seluruh bumi, dengan itu dia menamai makhluk Tuhan paling indah itu perempuan, karena diambil dari laki-laki. Saya akan sedikit memberi paparan tentang bahasa asli dari kata "manusia", "laki-laki", dan "perempuan" supaya kita tidak bingung dengan penggunaannya dalam bahasa Indonesia. Kata "manusia" yang dipakai pada pembahasan kita mulai bagian pertama sampai sekarang berasal dari bahasa Ibrani, 'âdâm. Laki-laki berasal dari bahasa Ibrani, 'îysh. Sedangkan perempuan berasal dari bahasa Ibrani, 'ishshâh nâshîym. Dari konteks ini mereka adalah satu daging karena perempuan dibentuk dengan mengambil bagian dari laki-laki. Karena manusia pada masa sebelum kejatuhan rohnya seiya sekata dengan Roh Tuhan, maka pernikahan digambarkan sebagai kesatuan daging. Jika seluruh manusia rohnya selaras dengan Roh Allah maka tidak perlu dilakukan checking roh untuk menuju pernikahan. Namun setelah kejatuhan manusia dalam dosa, checking roh menjadi hal yang wajib dan pertama yang harus dilakukan sebelum berkata AHA. Apakah lawan jenis yang sedang berada di hadapan kita ini sama-sama selaras dengan Roh Allah seperti kita?

Mal 2:15 Bukankah Allah yang Esa menjadikan mereka daging dan roh? Dan apakah yang dikehendaki kesatuan itu? Keturunan ilahi! Jadi jagalah dirimu! Dan janganlah orang tidak setia terhadap isteri dari masa mudanya.

Kesatuan daging saja tidak akan menghasilkan keturunan ilahi. Hanya kesatuan daging dan roh yang bisa menghasilkan keturunan ilahi. Oleh karena itu checking roh jadi syarat mutlak untuk memutuskan AHA! Kalau hanya bersatu dalam daging, maka keturunan yang dihasilkan hanyalah keturunan jasmaniah. Tapi pernikahan yang satu roh, dengan Roh Allah yang memimpin akan menghasilkan keturunan ilahi yang mengibarkan panji kemenangan dan menggenapi rencana Allah dari semua untuk manusia supaya mereka: beranak cucu, bertambah banyak, memenuhi bumi, berkuasa, dan taklukkan itu. Tanpa keturunan ilahi, manusia hanya mampu beranak cucu, bertambah banyak, dan menuh-menuhin bumi.

Dari tulisan-tulisan sebelumnya sampai sekarang kita dapat pelajari beberapa prinsip:
  • Inisiator dalam berpasangan adalah Tuhan.
  • Bagian kita adalah mengerjakan tugas-tugas yang dipercayakan Tuhan pada kita dengan penuh tanggungjawab hingga selesai.
  • Tugas dan tanggungjawab yang dipercayakan Tuhan adalah pembelajaran sebelum kita masuk pada fase berpasangan.
  • Tuhan mempersiapkan pasangan hidup yang terbaik untuk kita. Dia membentuk pasangan kita menjadi pribadi yang utuh bahkan saat kita tidak menyadarinya.
  • Tuhan mempertemukan kita dengan pasangan di saat kedua pribadi sudah benar-benar utuh dan siap berpasangan.
  • Tujuan berpasangan adalah pernikahan, tidak ada main-main atau coba-coba. Dan di dalam pernikahan ada buah yang dihasilkan yaitu keturunan ilahi. Maka dalam pernikahan harus ada kesatuan roh dan daging.

Dengan ini maka usailah seri Pasangan Hidup yang kita pelajari dari kisah Adam dan Hawa. Kisah yang memberi kita pelajaran penting tentang prinsip berpasangan. Semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Sampai bertemu di tulisan berikutnya.