Pages

Saturday, June 1, 2013

Pancasila Kini

Hari ini, bangsa Indonesia memperingati hari lahirnya Pancasila. Sebagai ideologi bangsa, Pancasila telah menunjukkan pada dunia bahwa jamrud khatulistiwa mampu menggagas ide luar biasa yang menyatukan begitu banyak suku. Indonesia sampai saat ini adalah negara dengan kemajemukan paling kompleks di seluruh dunia. Ada puluhan ribu pulau, ada ratusan bahkan mungkin ribuan suku, dan ratusan bahasa daerah. Sangatlah luar biasa bisa menyatukan begitu banyak keragaman, apalagi untuk bangsa yang berangkat dari status terjajah. Namun kenyataannya kita berhasil, sehingga lahirlah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Para pendiri bangsa ini tidak memaksakan ide satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa, karena hal itu muncul dari kesadaran, dan kesadaran itu muncul dari dalam diri pemuda-pemuda itu sendiri. Dari ide tersebut lahirlah kesatuan, dari kesatuan dirumuskanlah hal-hal mendasar yang menjadi fondasi bangsa, yakni Pancasila. Kini, mari kita renungkan, adakan kita terus membangun bangsa ini di atas fondasi yang sama? Mari kita teliti satu persatu sila.

1. KETUHANAN YANG MAHA ESA
Derasnya arus sekularisme telah begitu mengikis religiusitas sebagian masyarakat kita. Hari ini saya temukan tiga jenis manusia Indonesia berdasarkan religiusitasnya: ekstrem religius, ekstrem anti-religius, dan mediokritas. Ekstrem religius adalah orang yang sangat mengutamakan agama dalam kehidupannya, ada yang dalam kadar wajar, ada yang berlebihan hingga menimbulkan semacam ketidaksukaan dalam dirinya kepada pemeluk agama lain. Ekstrem anti-religius adalah mereka yang mungkin muak dengan kelakuan orang beragama yang tidak mencerminkan ajaran agama, sehingga mereka menyalahpahami ajaran agama dan memilih untuk tidak beragama. Sedangkan mediokritas adalah mereka yang santai saja hidupnya, beriman namun biasa-biasa saja, suam-suam, bermain di area nyamannya.

2. KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
Saya membahasakannya sebagai mengasihi sesama karena mereka sesama manusia, bukan karena sesama suku, agama, ras, bahasa, daerah asal, dan golongan. Mengasihi itu kata kerja aktif, dibuktikan melalui tindakan. Mengasihi itu tulus, tanpa pamrih. Mengasihi berarti memberi diri untuk menolong saat sesama membutuhkan pertolongan. Semua karena yang kita kasihi adalah sesama kita. Maka lihatlah, apa yang terjadi hari ini tentang kesetiakawanan, tentang gotong royong, tentang kerelaan, dan ketulusan? Individualisme telah merenggut jiwa sosial sebagian masyarakat sehingga generasi ini cenderung cuek ketimbang peduli. Kalaupun peduli, semangatnya tidak lagi tulus, tapi "wani piro?". Sebagai bangsa yang beradab mari kita memulihkan jiwa kita yang mungkin telah menjadi individualistik. Kemudian kita tampilkan dalam tindakan nyata untuk mengasihi sesama.

3. PERSATUAN INDONESIA
Sejak awal, keberagaman Indonesia telah menjadi kekuatan sekaligus tantangan (mungki bisa juga disebut celah yang bisa dieksploitasi). Pada dasarnya manusia merasa lebih nyaman berada di tengah-tengah orang yang "sama" dengannya. Namun kenyamanan ini bisa jadi sangat membosankan. Justru dengan keberagaman, terciptalah kesatuan yang unik. Mengutip seorang intelektual Indonesia, "tidak sama bukan berarti tidak bisa bersama", semangat inilah yang perlu kita tanamkan dan pupuk. Karena hari ini, tidak sedikit konflik muncul atas dasar keberagaman. Celah yang bisa dieksploitasi oleh pembuat perpecahan itu tidak akan berhasil dieksploitasi jika kita bersatu. Karena keterikatan memunculkan kekuatan.

4. KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN PERWAKILAN
Demokrasi Pancasila sebenarnya tidak sama dengan demokrasi yang ada di negara lain. Oleh karena itu kita mempunyai wakil rakyat yang mengemban suara rakyat. Adalah hal yang lucu menurut saya jika pengambilan keputusan untuk memilih pemimpin harus dilakukan oleh seluruh rakyat (yang punya hak pilih) secara langsung. Selain membengkakkan biaya, juga mengindikasikan ketidakpercayaan kepada wakil-wakil rakyat. Belum lagi pengambilan keputusan yang transaksional, langsung main voting tanpa musyawarah terlebih dahulu. Dalam keseharian masyarakat pun hal ini sudah sering terjadi. Padahal semestinya bukan suara terbanyak yang diambil keputusannya, namun ide terbaik dan paling relevan. Karena belum tentu suara mayoritas adalah yang benar, mengingat kondisi masyarakat kita yang loyalitas pada golongannya kadang mengalahkan hati nurani. Kita perlu berpulang pada semangat musyawarah untuk mufakat. Membuang ide bahwa voting adalah jalan terbaik dan satu-satunya. Voting adalah jalan terakhir saat mufakat tidak terjadi.

5. KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
Untuk hal yang satu ini, kita mungkin akan satu suara berpendapat bahwa kita harus banyak berbenah. Seharusnya, mental bangsa ini bukan mental orang terjajah. Orang yang terjajah biasanya manggut-manggut kepada penguasa. Sedangkan di Indonesia, kedaulatan adalah di tangan rakyat. Pemerintah bukan penguasa, tapi abdi rakyat. Kita bukan negara monarki absolut dimana sang raja adalah yang paling berkuasa (walaupun ada daerah istimewa). Para birokrat adalah pejabat publik yang melayani masyarakat secara adil, tidak pandang siapa yang lebih berduit dan siapa yang lebih berkuasa. Banyak aspek keadilan yang perlu dibenahi. Kesempatan memperoleh pendidikan dan sarana penunjang kesehatan adalah salah satu yang paling krusial. Jangan sampai muncul buku "orang miskin dilarang sekolah" dan "orang miskin dilarang sakit" jilid 2.

Sepertinya saya sedang curhat tentang kegalauan hati mengenai bangsa ini. Sebenarnya memang iya, namun saya tidak hendak bergalau tanpa harapan. Dari pemikiran sederhana diatas mari kita mencari lagi fondasi kita. Mari kita membangun keseharian kita dengan landasan Pancasila. Mari kita amalkan Pancasila. Mari menjadi pelaku perubahan, lebih dari sekedar berwacana. Dimulai dari individu-individu yang berubah, maka bangsa Indonesia pasti bisa berubah, menemukan kembali fondasi kita dan terus membangun diatasnya.

Tentang perubahan yang diawali dari diri sendiri dengan memberi keteladanan kepada sesama, Sang Guru Besar pernah berkata, "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka."

0 comments: