Pages

Thursday, January 31, 2013

Kembali kepada Kasih yang Semula

Sebagai orang percaya tentu kita sangat familiar dengan kata 'kasih'. Pertama kali kita berjumpa dengan Pribadi terkasih adalah momen yang tidak akan terlupa. Sukacita itu, kedamaian itu, ketulusan itu, dan keindahan cinta pertama akan terus melekat dalam ingatan kita. Perjumpaan dengan Tuhan secara pribadi itu tak sanggup dibandingkan dengan perjumpaan-perjumpaan lainnya dalam hidup kita, bahkan dengan orang yang paling kita harapkan.

Seiring dengan berjalannya waktu, ada hal-hal terjadi. Pengajaran, pelayanan, pekerjaan-pekerjaan baik lainnya mulai kita geluti. Hingga pada kondisi tertentu kita sangat paham tentang pengajaran. Nah, di tahun-tahun berikutnya kita mungkin jadi sangat ahli dalam mengerjakan 'pekerjaan Tuhan' di dunia.

Namun Tuhan mengingatkan kita, gereja-Nya akan bahaya yang mengintai dan mungkin telah merasuki diri kita. Kisahnya tergambar melalui wahyu kepada jemaat Efesus.

Wahyu 2:2-3

Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta.
Dan engkau tetap sabar dan menderita oleh karena nama-Ku; dan engkau tidak mengenal lelah.


Wow, disini kita lihat bahwa jemaat Efesus begitu luar biasa dalam soal pengajaran. Terbukti lewat bagaimana mereka bisa menguji rasul gadungan. Bukan hanya itu, mereka juga tekun dan pekerja keras. Kalau diproyeksikan pada jaman sekarang, barangkali jemaat Efesus ini adalah jemaat yang selalu aktif dalam pekerjaan pelayanan. Sangat mungkin semua anggotanya terlibat dalam pekerjaan pelayanan. Mereka bertekun. Bukankah kualitas seperti ini akan membuat kita berkata 'wow!'. Belum berhenti sampai disini, dikatakan juga bahwa mereka juga sabar dan mengalami penderitaan karena nama Tuhan. Dalam penderitaan itupun mereka tidak lelah. Sangat mungkin juga tidak bersungut-sungut. Saya sungguh mengakatan 'wow' untuk hal-hal itu.


Wahyu 2:4
Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula.

Jdeeeeerrr. Ternyata dibalik semua kualitas yang dipaparkan sebelumnya, terdapat satu kesalahan fatal yaitu, meninggalkan kasih yang semula. Kasih yang semula, cinta mula-mula, atau cinta pertama, sudah saya bahas dia awal tadi. Pengalaman pribadi itu begitu luar biasa sehingga kita pasti tidak akan mau menukarnya dengan apapun. Namun kesibukan, serta hal-hal lahiriah lainnya, bahkan yang tampak rohani sekalipun dapat membuat kita beranjak meninggalkannya. Meninggalkannya, inilah yang terjadi. Dan ada hal aneh ketika saya mendengar orang berkotbah, bersaksi atau membaca tulisan orang tentang kasih mula-mula, bahwa mereka berdoa meminta kasih itu dikembalikan lagi kepada mereka. Disadari atau tidak, hal ini menempatkan posisi kasih mula-mula sebagai 'sesuatu yang terhilang/terambil' dari kita, padahal kenyataannya kita lah yang meninggalkannya. Kasih itu tidak dicuri oleh iblis, tapi kita yang meninggalkannya(bagi yang selalu menyalahkan iblis untuk setiap kesalahan diri sendiri silahkan merenung). Kita mungkin meninggalkannya bukan untuk sesuatu hal yang sama sekali tidak berguna. Mungkin kita meninggalkannya untuk kegiatan-kegiatan baik. Dan apapun alasannya, kenyataannya adalah kita meninggalkan kasih yang semula.

Wahyu 2:5

Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan. Jika tidak demikian, Aku akan datang kepadamu dan Aku akan mengambil kaki dianmu dari tempatnya, jikalau engkau tidak bertobat.


Meninggalkan kasih mula-mula adalah sebuah kejatuhan, dosa, dan tidak dapat ditoleransi. Ia sama dengan dosa-dosa lainnya yang mendatangkan hukuman. Satu-satunya tindakan yang harus diambil dalam kondisi ini adalah bertobat. Bertobat bicara tentang mengambil jalan berputar yang paling jauh, tapi itulah jalan pulang yang paling dekat(pinjam istilah C.S. Lewis). Ya, kita harus berputar, menyisir jalan menuju kasih semula yang kita tinggalkan di suatu tempat. Mungkin dalam perjalanan kembali itu ada air mata, dan perlu upaya. Bertobat melibatkan pola pikir, dan pola pikir kita harus dikembalikan supaya melangkah menuju arah yang benar. Dan apakah yang terjadi jika kita tidak mengambil jalan berputar dan berjalan menuju kasih semula itu? Kaki dian akan diambil dari kita. Apa itu kaki dian? Hal paling sederhana yang bisa kita simpulan adalah bahwa kaki dian menandakan terang(beberapa orang akan menghubungkan dengan urapan, namun disini saya lebih sepakat bahwa ia berbicara tentang terang). Kita bisa bayangkan jika terang diambil dari kita. Tentu saja hal itu terlalu mengerikan untuk dibayangkan. Dan saya percaya kita tidak telalu bodoh dan bebal untuk memutuskan jalan yang harus ditempuh.

Pembaca yang budiman, firman Tuhan telah mengingatkan kita tentang hal ini hampir 2000 tahun yang lalu. Mari periksa diri kita. Adakah kita telah meninggalkan kasih yang semula? Entah telah jauh atau masih dekat kita meninggalkannya. Mari berbalik, bertobat, kembali kepada kasih yang semula kepada Tuhan. Nikmati kembali sukacitanya, kedamaiannya, kerinduannya, keintimannya, dan pengalaman pribadi yang hanya milik kita dan Tuhan.

4 comments:

Josh Chariz said...

Pertamax..

Unknown said...

Mantap jaya pak danu.. :-)
menjadi bahan perenungan sendiri..

Kakak Vo said...

*zlebbb*

Danu Retakson said...

@Yosi: premium, spiritus, solar..

@Johan: kertajaya pak Johan. jadi bahan adonan kue juga boleh :)

@Tari: *swiiing* "ouch"