Pages

Friday, January 4, 2013

Inilah Alasan Saya Tidak Mudah Galau Semasa SMA

Saya adalah pribadi dengan kombinasi sempurna untuk menjadi galauers sejati. Bayangkan saja, secara tempramen saya tergolong Melankolis-Flegmatis. Baru-baru ini waktu belajar fingerprint analysis, diketahui bahwa kesepuluh jari saya berpola "loop". Sang analis(sebut saja Yoshua) berkata bahwa orang dengan ciri seperti saya sulit bertahan dalam komunitas. Secara umum orang dengan pola loop dikendalikan oleh perasaan(CMIIW). Padahal perasaan yang tidak terkendali seringkali justru menyesatkan.

Bisa dikatakan salah satu alasan saya menulis ini adalah karena sepet lihat ABG a.k.a anak SMA yang hari-harinya diisi dengan kegalauan. Dan menurut pengamatan saya, penyebab kegalauan itu berputar pada hal-hal berikut:
1. Cowok/cewek (asmara)
2. Pelajaran (tugas, ujian, dll)
3. Pertemanan/persahabatan
Dan sepengetahuan saya, no 1 menempati urutan pertama dengan jumlah kasus terbanyak. Menurut pengamatan saya di jejaring sosial, curhatan ABG tentang topik yang mereka sebut cinta mengambil prosi > 50% dari total update status mereka(ahli statistik boleh menggugat).

Ok, saya hanya akan bahas no 1 saja, karena galau yang disebabkan oleh no 2 dan 3 cenderung lebih mudah untuk dihadapi dan dikuasai. Lagipula saya menganggap bahwa galau karena no 2 dan 3 itu sangat wajar, tapi untuk no 1 menurut saya tidak wajar. Bagi yang tidak mau meneruskan membaca silahkan berhenti sampai disini. Mengapa saya katakan demikian? Karena belum waktunya anak SMA menikmati cinta(asmara). Penjelasannya secara lengkap akan saya ungkap pada tulisan mendatang.

Baiklah, semasa SMA saya bukannya maho yang tidak demen lihat cewek cantik. Saya cowok normal yang tertarik pada cewek. Dari lahir saya adalah cowok dan seumur hidup akan tetap jadi cowok yang naluri normalnya suka dengan lawan jenis.
Apakah saya pernah suka dengan seorang cewek semasa SMA? Ya.
Apakah saya berusaha mendekati cewek yang saya sukai/yang kepadanya saya tertarik? Tidak.
Apakah saya kadang memikirkannya? Ya.
Apakah saya galau saat memikirkannya? Sulit untuk berkata tidak sama sekali, tapi saya katakan hampir tidak pernah.
Apakah saya menikmati hidup yang seperti itu? Ya, sangat menikmati.
Apakah itu bukan tergolong membohongi hati nurani? Bukan, itu tindakan ketaatan. Dan hati nurani yang murni selaras dengan ketaatan.

Bagaimana bisa saya melakukannya?

Nah, saya akan berbagi mengapa saya bisa tidak ikut arus pengejaran asmara di saat tak tepat.
Pertama,
Saya terlalu sibuk. Semasa SMA saya menginvestasikan waktu pada hal-hal yang membangun karakter diri sendiri dan orang lain. Coba bayangkan, sebagai pelajar fokus dan tujuan utama kita adalah belajar. Hal ini saja sudah menyita waktu, perhatian, dan tenaga. Selama SMA, saya belajar mencintai semua mata pelajaran, pasti ini lebih sulit daripada mencintai seorang cewek, hehehe. Di rumah, saya juga sibuk sebagai seorang anak sulung bagi orangtua, dan seorang kakak bagi kedua adik saya yang cantik. Tanggungjawab untuk membantu adik yang sulit dalam pelajaran juga tidak mudah. Si bungsu sangat kritis dan perfeksionis, sehingga saya harus sangat berhati-hati menerangkan pelajaran kepadanya. Di sekolah, saya punya saudara-saudara dimana saya juga bertanggungjawab untuk saling membangun. Dengan kesibukan-kesibukan ini, kira-kira adakah waktu untuk saya meratapi nasib karena tidak bahagia lantaran tidak punya pacar?
Kedua,
Saya tinggal dalam komunitas dimana saya tertanam, bertumbuh, dan berbuah bersama. Seseorang adik rohani pernah berkata, "arti sebuah komunitas sangat terasa ketika kita sendirian". Komunitas selalu membuat saya tak sanggup menyembunyikan diri. Karena kami bertumbuh dalam nilai keluarga. Saling percaya, saling menopang, saling menguatkan, saling terbuka. Bahkan seandainya saya galau sekalipun, saya tahu kemana harus bercerita. Dan saya tahu, saya bercerita pada orang-orang yang tepat.

Demikianlah cerita singkat yang bisa saya bagikan kepada pembaca yang budiman. Secuil kisah dari masa SMA. Semoga bermanfaat.

0 comments: