Seperti janji saya sebelumnya, kali ini saya akan bahas tentang pasangan hidup (bagian pertama). Pertanyaan yang muncul di tulisan sebelumnya akan terjawab setelah kita memahami konsep berpasangan yang benar. Saya lebih suka pakai istilah pasangan daripada pacaran, karena memang istilah pacaran tidak alkitabiah, selain itu juga lebih banyak terdistorsi/tercemar oleh prinsip duniawi. Sebenarnya tidak semua hal yang tidak alkibabiah itu salah. Jadi jangan salah paham tentang hal ini.
Baiklah mari kita mulai kisahnya. Saya akan memberikan latar belakang yang indah dan sempurna mengenai kehidupan berpasangan. Kisah ini di mulai di taman yang indah. Tidak ada dosa, semuanya baik dan sungguh amat baik.
Kejadian 2:18
TUHAN Allah berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia."
Mari kita tengok kalimat pertama dari pernyataan Tuhan, "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja”. Apa yang kita lihat disini adalah untuk pertama kalinya Tuhan mengucapkan kata “tidak baik”. Mohon dipahami bahwa peristiwa ini terjadi sebelum manusia jatuh ke dalam dosa. Tidak baik dalam konteks ini bukan berarti jahat, juga bukan aib. Tidak baik adalah tidak baik, sejauh yang dipahami dalam konteks sebelum kejatuhan.
Dengan kata lain, kalimat pertama ini bisa juga berbunyi, “sebaiknya manusia itu tidak seorang diri saja”. Nah, saya akan memberikan contoh kalimat yang senada, misalnya: “Sebaiknya kamu tidak lupa membawa mantel di jok motor untuk berjaga-jaga jika turun hujan”. Apakah salah jika seseorang mengendarai motor tanpa membawa mantel hujan? Tentu tidak. Namun jika hujan memang turun, tidak membawa mantel adalah sebuah pilihan yang tidak bijaksana, karena kita tahu mantel membantu menjaga tubuh agar tidak basah terkena air hujan. Dengan demikian kita tahu bahwa berpasangan atau tidak, tidak mengurangi nilai diri manusia.
Berikutnya kita akan cermati kalimat kedua yang diucapkan Tuhan, “Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia." Dalam kondisi seorang diri (sendirian namun tidak kesepian), Tuhan mengetahui bahwa yang diperlukan oleh manusia (Adam) adalah penolong. Lihatlah, sungguh luar biasa bahwa inisiatif untuk menjadikan penolong bagi Adam datangnya dari Tuhan. Dalam hubungan berpasangan Tuhan lah yang berinisisatif, bukan manusia. Jadi, mari periksa hati kita. Adakah kita mulai mengambil bagian yang seharusnya milik Tuhan dan meninggalkan bagian yang seharusnya milik kita?
Apakah bagian yang seharusnya milik kita? Cerita ini akan bersambung, jadi tolong sabar menunggu bagian berikutnya. Berinisiatif tentang kehidupan berpasangan adalah bagian Tuhan, kita memiliki bagian sendiri yang harusnya kita kerjakan. Apa yang terjadi sekarang adalah sebaliknya. Kita mengambil alih bagian Tuhan dan meletakkan bagian yang seharusnya kita kerjakan. Tuhan tahu manusia(Adam) butuh penolong. Dan lebih dari itu, Tuhan akan menjadikan penolong baginya. Yang luar biasa, penolong yang dari Tuhan itu sepadan dengannya. Saya akan berikan ulasan singkat tentang kata sepadan.
Dalam bahasa asli ditulis (Strong Hebrew Dictionary):
נגד
neged
neh'-ghed
a front, that is, part opposite; specifically a counterpart, or mate; usually (adverbially, especially with preposition) over against or before: - about, (over) against, X aloof, X far (off), X from, over, presence, X other side, sight, X to view.
Kalau saya terjemahkan secara bebas akan berbunyi demikian, Aku akan menjadikan penolong baginya, yang itu adalah pasangannya(sehingga mereka disebut pasangan). Nah, gambaran mengenai sepadan itulah pasangan. Sebagai contoh: steker dan stop kontak, jack male dan female, puzzle satu dan lainnya yang bersebelahan. Satu ciri yang sangat mencolok dari semua contoh itu adalah pasangan itu sudah pasti berbeda, namun justru karena berbeda itulah mereka bisa besesuaian. Itu sebabnya pasangan hidup bagi pria pastilah bukan pria, karena pria dengan pria bukan sepadan, namun sama. Namun sepadan juga bukan antara potongan puzzle dengan steker, karena mereka tidak bisa bersesuaian. Kalau ada manusia yang nekat ingin berpasangan dengan yang tidak satu spesies, sungguh keterlaluan. Maka, sepadan dalam konteks kejadian ini adalah pasangan, yakni perempuan yang kemudian dinamai Hawa oleh manusia(Adam) itu. Apakah sesederhana itu pemahaman tentang sepadan? Dalam konteks pra kejatuhan, iya. Karena semua pria dan wanita yang lahir dalam gambar dan rupa Allah yang utuh tak perlu diseleksi lagi kualitasnya. Kualitas sepadan kemudian didefinisikan lebih detail setelah manusia jatuh dalam dosa. Ayat yang banyak dipakai para pengkotbah untuk mendefinisikan kualitas yang diambil dari surat Korintus pun tidak menggunakan kata sepadan, namun seimbang. Jadi menurut saya, sepadan memiliki makna satu spesies yang berbeda gender dan memiliki(paling tidak berjalan menuju pencapaian) kualitas seperti manusia pada masa sebelum kejatuhan.
Kisah ini masih berlanjut. Masih ada pertanyaan yang ditinggalkan oleh bagian pertama ini, apakah yang menjadi bagian manusia jika inisiatif adalah bagian Tuhan? Silahkan menunggu.
0 comments:
Post a Comment