Pages

Saturday, December 21, 2013

Selamat Natal



Tanggal 25 Desember 2008 datang sebuah SMS, “Selamat Natal Mas, bla...bla..bla..”, kemudian saya merespon kira-kira begini, “Natal ulang tahunnya siapa? Tuhan Yesus kan. Kok ngucapin ke aku?”. Jawaban saya yang nyegeki (bikin keki) sangat mungkin bikin sang pengirim marah (setidaknya dalam hati), bete, sedih, kesal, dan semacamnya. Hehehe, bukannya saya tidak mau menerima ucapan selamat Natal. Hanya saja kadang saya merasa aneh karena yang ulang tahun bukan saya kok saya yang diberi ucapan. Para pembaca boleh berlega hati karena saya sudah minta maaf kepada sang pengirim SMS, dan di Natal berikutnya saya mengucapkan selamat Natal lebih dahulu kepadanya.

Berangkat dari peristiwa itu, saya mulai merenung dan mencari kian kemari tentang perayaan Natal. Sebenarnya perlukah merayakan Natal di tanggal 25 Desember? Alkitab tidak menuliskan ada perayaan Natal di jemaat mula-mula, bahkan tidak tertulis Yesus merayakan ulang tahun dan tidak memerintahkan murid-murid-Nya untuk memperingati hari kelahiran-Nya. Justru peringatan kematian-Nya yang dikenal sebagai peristiwa Paskah lah yang jelas-jelas diperintahkan untuk dilakukan malah terkesan kurang “nendang” dibanding Natal (entah ini perasaan pribadi atau anda juga merasa demikian). Di kalangan Kristen sendiri muncul orang-orang yang merayakan Natal dan ada yang tidak. Harap pembaca ketahui, saya tidak anti dengan perayaan Natal, walaupun saya sebenarnya muak dengan peringatan Natal yang memberikan porsi yang sangat kecil kepada Yesus dan memberi perhatian berlebihan kepada pernak-pernik. Untuk menjawab hal ini kita perlu sepakat tentang suatu hal bahwa: ada hal-hal yang tidak diatur secara spesifik dalam Alkitab, dan bukan berarti hal tersebut tidak boleh dilakukan (sebagai pembanding, anda dapat membaca tulisan saya terdahulu tentang Valentine-Februari 2013). Saya meminjam nasihat Rasul Paulus untuk mendasari pembahasan ini:

1 Kor 10:23 TB LAI
"Segala sesuatu diperbolehkan." Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. "Segala sesuatu diperbolehkan." Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun.

Walaupun perayaan Natal tidak diperintahkan di Alkitab, namun bukan berarti tidak boleh dilakukan. Selama perayaan itu berguna dan membangun maka sah-sah saja dilakukan. Dan yang terpenting, Yesus menjadi pusat dari semuanya, menjadi fokus dari Natal, melebihi semua kemeriahan kumpul-kumpul, pernak-pernik, dan hadiah-hadiah. Sebagai pembanding, kita kenal Ki Hajar Dewantara yang tanggal kelahirannya, 2 Mei, diperingati (dirayakan) sebagai Hari Pendidikan Nasional. Kelahiran tokoh revolusioner tentu saja sangat layak diperingati. Jika sebagai orang Indonesia kita tidak keberatan merayakan Hari Pendidikan Nasional, tentu sebagai orang Kristen tidak sepatutunya kita menyerang saudara-saudara kita yang merayakan Natal. Nah, implikasi dari premis bahwa peringatan Natal tidak diperintahkan dalam Alkitab juga adalah sebagai berikut: orang Kristen pun tidak melakukan kesalahan jika tidak merayakan Natal di tanggal 25 Desember. Jadi, bagi saudaraku yang merayakan ataupun tidak, janganlah saling menyerang.

Kontroversi perayaan Natal tidak berhenti sampai disini. Ada tuduhan jika perayaan Natal dibuat sebagai tandingan dari perayaan kelahiran dewa matahari. Lagipula, ada beberapa kontroversi mengenai kapan Yesus lahir. Ada yang berkata Yesus tidak lahir di bulan Desember, dan ada pula yang memberikan pembuktian-pembuktian bahwa perkiraan Yesus lahir bulan Desember itu boleh jadi benar. Ulasan saya tentang hal ini: karena saya seorang Kristen, dan saya meyakini bahwa dewa matahari itu tidak ada (eksis), maka tuduhan tentang menyaingi perayaan kelahiran dewa matahari itu sungguh konyol. Jika bapak gereja memerintahkan perayaan Natal tanggal 25 Desember hanya untuk menandingi perayaan lain tentu mereka sangat picik, dan saya berpendapat bahwa mereka tidak mungkin melakukannya. Kedua, sekalipun perayaan itu bertepatan harinya, tidak lantas itu berarti perayaan tandingan. Sebagai contoh: Jika tanggal lahir saya sama dengan Emha Ainun Najib (cak Nun), bukan berarti saya membuat perayaan tandingan ulang tahun beliau jika kami sama-sama merayakan ulang tahun.

Terakhir, yang teramat penting untuk direnungkan dalam peringatan Natal, baik itu yang diperingati dengan sederhana maupun dirayakan dengan meriah adalah: Yesus harus jadi pusat semua peringatan itu!. Natal tentu adalah peristiwa penting. Tanpa Natal (kelahiran), maka tidak ada pengajaran-pengajaran-Nya, tidak ada pelayanan-Nya di bumi sebagai rabbi, dan terlebih lagi tidak ada karya keselamatan melalui kematian-Nya di kayu salib. Dan tidak ada pula kebangkitan-Nya yang memberi jaminan kehidupan bagi kita yang percaya. Tanpa itu semua, sia-sialah kepercayaan kita. Namun syukur kepada Allah, bahwa Ia mengaruniakan Anak-Nya Yang Tunggal, supaya yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Yesus bukan hanya tokoh revolusioner yang secara sejarah pernah ada di dunia, Dia adalah Tuhan, Mesias, Juruselamat, dan Pencipta alam semesta.

Selamat Natal.

0 comments: