Pages

Monday, April 21, 2014

Yesus yang Dikampanyekan

Beberapa saat yang lalu Indonesia dipenuhi dengan spanduk para caleg. Mereka menceritakan visi & misi dalam kampanye. Yang memiliki banyak gelar memajang gelar mereka yang lebih panjang dari nama polosnya. Setiap caleg berusaha menunjukkan kelebihan, kehebatan, dan kebolehan masing-masing. Sambil sesekali membandingkannya kehebatannya dengan pesaing, mereka menunjukkan bahwa dirinya lebih baik dari pesaing.

Apakah Yesus pernah mengkampanyekan diri-Nya? Apakah para rasul mengkampanyekan-Nya? Saya tidak yakin ada pernyataan Yesus yang bisa dikategorikan sebagai kampanye. Setidaknya tidak untuk kampanye seperti yang sekarang ada di dunia politik. Yesus berkata pada waktu memanggil murid-murid pertama-Nya, "Mari, ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia". Apakah ini ajakan yang fantastis? Ya dan tidak. Ya, karena penjala manusia terdengar lebih keren daripada penjala ikan. Tidak, karena untuk menjadi penjala manusia mereka harus melepaskan pekerjaan sebagai penjala ikan. Mereka harus kehilangan mata pencaharian yang selama ini menopang perekonomian keluarga. Menjala manusia berarti bekerja untuk empunya manusia. Tidak ada janji kemakmuran ekonomi yang lebih baik dari sebelumnya.

Mungkin kita menganggap pernyataan Yesus berikut ini sebagai kampanye; "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu". Siapa yang tidak suka dengan ajakan ini? Setiap orang yang sedang letih lesu dan berbeban berat tentu menyukainya. Dengan bersegera mereka akan berlari mendatangi-Nya, tangan-Nya yang terbuka siap memeluk dengan kasih sayang dan memberi kelegaan. Namun, cukupkah sampai di sini? Kalau kita baca, pernyataan Yesus ini berlanjut demikian; "Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan." Pikullah kuk ini sering tidak dibahas satu paket dengan marilah. Akibatnya orang hanya menganggap Yesus sebagai pereda nyeri saja. Nyeri yang ditimbulkan oleh beban-beban yang menghimpit. Padahal Dia juga mau mengenakan beban berupa kuk kepada kita. Kuk membuat gerakan kita terbatas. Kita tidak bisa bertindak semau gue jika mengenakan kuk. Mengenakan kuk berarti memberi diri untuk dikendalikan oleh Sang Pemasangnya. Kabar baiknya adalah kuk itu enak, karena Sang Pemasang itu pun telah lebih dahulu mengenakannya. Dia menjalani seluruh hidup di dunia dalam ketaatan total.

Pada kesempatan lain, Yesus membeberkan syarat menjadi pengikut-Nya. Mungkin kita akan berpikir puluhan kali sebelum mengambil keputusan mengikuti-Nya, karena syaratnya adalah menyangkal diri dan memikul salib kita sendiri. Menyangkal diri secara sederhana dapat dikatakan sebagai komitmen untuk melawan, memerangi, dan menaklukan keakuan. Seruan penyangkalan diri adalah seperti ini; "Seluruh hidupku bukan milikku, tapi milik-Nya. Biar bukan kehendakku yang jadi, namun kehendak-Nya". Syarat berikutnya adalah memikul salibnya setiap hari. Salibnya masing-masing, bukan salib orang lain. Salib ini adalah tanda bahwa kita milik Kristus. Bukan tanda lahiriah berupa bentuk cross, tapi tanda-tanda penderitaan seperti yang telah dialami-Nya. Syukur bahwa salib yang harus kita pikul jauh lebih mudah dari yang Yesus alami. Apakah kita hanya mau mengalungi salib dan enggan memikulnya? Sesuatu yang dipikul tentu lebih berat daripada sesuatu yang dikalungkan.

Apakah para rasul mengkampanyekan Yesus yang spektakuler? Berita Injil sejatinya adalah tentang Yesus yang disalibkan. Yesus yang tidak lolos dari kematian. Yesus yang diolok-olok, " Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan". Namun, Yesus yang disalib inilah yang menanggung dosa kita. Ia mati sebagai anak domba yang sempurna. Yesus yang telah mati ini tidak selamanya tinggal dalam alam kematian. Dia telah bangkit, mengatasi maut. Dia telah membuktikan perkataan-Nya bahwa bait Allah akan runtuh dan dibangun kembali dalam tiga hari.

Maka siapakah kita sehingga berani memberitakan-Nya sebagai penyembuh saja, pereda rasa nyeri saja, atau penolong saja? Atau lebih dari itu, siapakah kita sehingga berani memberitakan-Nya sebagai penjamin kemakmuran ekonomi? Melihat bagaimana Yesus dikampanyekan oleh sebagian orang Kristen hari ini hati saya sedih. Berita Injil direduksi sehingga tidak utuh lagi. Orang-orang hanya diberi iming-iming kesembuhan, pemulihan, dan mujizat tanpa kabar pertobatan dan penundukan diri kepada-Nya. Sebagian mereka yang terjaring dan tidak dididik akan merasa tertipu suatu saat, karena ternyata mereka diperhadapkan pada salib, yang dulu tidak pernah dikampanyekan. Saudaraku, saya tidak mengecilkan arti dari kampanye rohani yang dibungkus dengan label KKR atau semacamnya, namun marilah kita mengevaluasi berita Injil kita.

2 comments:

Unknown said...

Danu, aku setuju banget dengan isi artikel ini :)
Semangat terus menulis yaah.. btw, bisa di share atau di like gak tulisan ini? aku gak nemu icon nya :(

Danu Retakson said...

Makasih Valen. Ini baru ngedit template, sudah muncul tuh tombol share dan g+1