Pages

Friday, February 7, 2014

Kasih Sayang

Salam jumpa para pembaca yang budiman. Tulisan ini adalah awal dari seri empat macam kasih yang akan saya bahas selama bulan Februari. Pembahasan saya akan banyak mengambil pemikiran dari C.S. Lewis. Boleh dikatakan pembahasan saya adalah intisari dari buku Lewis yang berjudul The Four Loves. Buku ini pernah dipinjam oleh tiga orang, dan kembali ke tangan saya sebelum mereka selesai membaca. Menurut mereka isinya berat. Oleh karena itu saya ingin menyajikan versi ringannya.

Saya akan mulai membahas satu jenis kasih yang paling sederhana dan paling luas. Orang Yunani menyebutnya storge. Saya menyebutknya Kasih Sayang, khususnya kasih sayang orang tua kepada anak-anak mereka, dan kasih sayang anak-anak kepada orang tua. Sebagai gambaran, kasih ini nampak dalam seorang ibu yang merawat bayinya. Bukan hanya pada manusia, kasih ini pun dapat kita lihat pada binatang. Anjing yang mengasuh anak-anak mereka melalui gonggongan, jilatan, dan dengkuran adalah contohnya.

Namun sesungguhnya Kasih Sayang melampaui hubungan orang tua dan anak. Kasih Sayang memberi rasa nyaman, kepuasan dalam kebersamaan, dan dapat ditujukan kepada siapa saja. Kasih semacam ini tidak membeda-bedakan. Hampir semua orang dapat menjadi sasaran dari Kasih Sayang; orang yang jelek, bodoh, bahkan menjengkelkan. Tidak perlu ada kecocokan antara orang-orang yang disatukan oleh Kasih Sayang. Kasih ini mengabaikan umur, jenis kelamin, kelas sosial, pendidikan, bahkan spesies. Kita bisa melihatnya pada manusia dan anjing, bahkan antara kucing dan anjing.

Ada sesuatu yang unik tentang Kasih Sayang. Kemunculan awalnya jarang kita sadari. Kita sering dapat mengingat momen jatuh cinta atau memulai persahabatan, namun tidak demikian dengan Kasih Sayang. Ia muncul seiring berjalannya waktu dalam kebersamaan. Sebagai contoh; anjing akan menyalak pada orang yang baru ditemuinya, namun mengibaskan ekor pada tuan atau kenalan lamanya. Anak kecil kadang takut pada orang yang baru ditemui, tapi merasa nyaman dengan tetangga yang bahkan jarang saling menyapa. Kasih Sayang juga tipe kasih yang hampir tidak perlu pengakuan. Anda tidak dituntut mengatakan “i love you” untuk menyatakan Kasih Sayang, sangat beda dengan jatuh cinta (eros) dimana hampir pasti pasangan mengharapkan dan cenderung menuntut ungkapan “i love you”.

Kasih Sayang sungguh tampak rendah hati dan sederhana. Ia akan indah tersimpan di hati, sama seperti perabot rumah tangga tersimpan di dalam rumah. Mengumbarnya kadang justru membuatnya tampak seperti mengeluarkan perabot yang seharusnya ada di dalam rumah, tampak aneh bukan?

Karena kita sedang membicarakan Kasih Sayang terpisah dari kasih-kasih yang lain, maka dari deskripsi diatas dapat kita lihat bahwa Kasih Sayang adalah jenis kasih paling sederhana. Keberadaannya ternyata kita lihat juga pada kasih-kasih yang lain. Ia adalah bahan dasar yang membaur dengan kasih-kasih lainnya. Mari kita membayangkan jatuh cinta (kasih eros) tanpa Kasih Sayang, atau persahabatan tanpa Kasih Sayang. Saya tak sanggup membayangkan eros dan persahabatan tanpa Kasih Sayang. Karena keberadaannya yang sangat luas, Kasih Sayang mempunyai sifat memperluas wawasan. Saya punya banyak teman dengan latar belakang dan kesukaan yang berbeda-beda. Kasih Sayang pada waktu tertentu membuat kita akhirnya memiliki kesukaan yang sama dengan orang-orang yang kita kasihi.

Kasih ini juga tulus. Tidak menuntut perubahan orang yang kita kasihi. Bahkan kita cenderung tidak menginginkannya berubah. Namun justru disinilah letak bahayanya Kasih Sayang. Ketika berdiri dengan sangat kokoh justru ia berpotensi melukai orang yang terkasih. Pernahkah anda menimang bayi yang lucu dan berharap ia akan terus lucu dengan ukuran tubuh dan kondisi seperti itu? Atau kekasih yang berkata kepada pasangannya, “jangan pernah berubah”. Sepertinya pernyataan itu baik, tapi sebetulnya bodoh. Kehidupan itu dinamis, demikian pula kasih, semestinya juga dinamis. Kita tidak bisa membuat orang-orang yang kita kasihi berada pada kondisi “tetap begitu”.

Salah satu penyimpangan Kasih Sayang lainnya saya contohkan sebagai berikut. Bu Ina adalah sosok ibu yang baik, mengabdi bagi keluarga, mengasihi suami dan anak-anaknya. Tiap hari ia bangun pagi sekali untuk menyiapkan sarapan, ia mencuci, menyapu, menyeterika, dan mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga seorang diri tanpa pernah mengeluh. Kasih Sayang dan dedikasinya pada keluarga tidak diragukan lagi. Hal ini berlangsung hingga anak-anaknya dewasa, sampai suatu hari dia mengalami kecelakaan dan meninggal. Keluarga dan masyarakat tidak meragukan kebaikannya. Namun sepeninggalannya, keluarga ini ada dalam kondisi tidak bisa melakukan satu pun pekerjaan rumah tangga. Bu Ina tidak pernah mendelegasikan tugas kepada siapapun, sehingga ia meninggalkan keluarganya sebagai “bayi-bayi” dalam urusan pekerjaan rumah tangga.

Sesungguhnya kadang kita menciptakan kendali atas orang-orang yang kita kasihi dengan cara membuat mereka bergantung pada kita. Walau mungkin itu bukan motivasi kita, tapi dampaknya sungguh menghancurkan. Mungkin kita perlu mengakui bahwa kita takut, bahkan benci jika orang yang kita kasihi tidak lagi bergantung lagi pada kita. Kita merasa tidak diperlukan sehingga merasa cemburu pada hal-hal baru yang membuat mereka berubah dan mandiri. Inilah kengerian saat Kasih Sayang menempatkan dirinya begitu tinggi dalam diri kita.

Jika Kasih Sayang dibiarkan memerintah kehidupan manusia secara mutlak, benih-benih kebencian itu akan muncul. Kasih, jika dituhankan, akan menjadi setan.



Posting sebelumnya dapat dibaca di sini 

Ingin membaca tulisan saya tentang Valentine's Day? lihat di sini

3 comments:

Unknown said...

O.O -speechless- kalimat penutupnya sangat mengena tapi susah dipahami.. kalo masi gak ngerti nnt aku kabari lagi ya Danu :) scr positif, lanjutkan :)

Unknown said...

Waw, keren sekali tulisanmu. Kasih sayang berlaku dgn sangat luas,bahkan bs menimbulkan efek yg negatif apabila dikultuskan. Sy tunggu artikel kerenmu selanjutnya!

Danu Retakson said...

hehehe, itu cuma pembahasan ulang pemikiran orang lain dalam bahasa yang lebih sederhana.