Pages

Saturday, February 1, 2014

Cinta (Sebuah Pendahuluan)

Tulisan ini adalah kelanjutan dari tulisan saya bulan Feberuari 2013 disini. Selama bulan Februari saya akan membahas semua tentang cinta atau kasih. Baiklah, mari kita mulai.

Berbicara tentang kasih tentu bukan hal yang asing bagi manusia. Dimana-mana di seluruh dunia orang sudah sangat akrab dengan sesuatu yang disebut kasih. Sebagian orang menyebutnya cinta, sayang, suka, atau kasih sayang. Suatu hari seorang kawan pernah bertanya apakah cinta, kasih, dan sayang itu sama atau berbeda. Bagi saya, semua itu identik. Jika kita tilik bahasa Inggris maka kita mendapati bahwa cinta, kasih, dan sayang diterjemahkan sebagai love, sedangkan suka diterjemahkan sebagai like. Mungkin sebagian remaja didoktrin oleh majalah, novel, teenlit, dan sinetron bahwa sayang dan cinta itu berbeda. Mereka akan berkata bahwa sayang belum tentu cinta, tapi cinta sudah pasti sayang. Sungguh amat disayangkan bahwa menurut saya pandangan ini menyempitkan arti cinta sebatas romantisme, dan sayang sebagai kasih yang universal.

Perlu kita akui bahwa bahasa kita sangat terbatas dalam merepresentasikan cakupan/ruang lingkup cinta. Parahnya, bahasa Inggris pun juga mengalami hal yang sama. Seperti kita ketahui bahwa ada berbagai macam cinta di dunia ini. Syukurlah bahasa Yunani mempunyai empat kata yang setidaknya jauh lebih baik dalam berbicara soal cinta secara spesifik. Kali ini saya tidak akan membahas satu-persatu, karena itu akan dibahas pada tulisan-tulisan berikutnya. Sebenarnya cakupan cinta tidak hanya terbatas pada empat kata tersebut, namun itu masih lebih baik dibanding dengan bahasa Indonesia atau Inggris.

Mari kita bahas hal yang paling sederhana, yakni suka. Kata ini sangat universal. Bisa kita kenakan kepada obyek apapun: seseorang, benda, hobi, pekerjaan, aroma tertentu, musik tertentu, warna tertentu, dan sebagainya. Kesukaan ini wajarnya muncul secara alami. Yaitu entah mengapa sesuatu itu memantik rasa suka, yang beberapa orang menyebutnya sebagai selera. Namun ada yang unik, sebenarnya suka bisa juga dikondisikan. Artinya, kita memegang kendali untuk memutuskan menyukai sesuatu atau tidak. Sebagai contoh: Bapak saya sejak kecil selalu menanamkan bahwa saya harus menyukai Matematika. Dari situ saya memprogram diri untuk menyukai Matematika. Saya mulai berkata kepada diri sendiri bahwa Matematika itu menyenangkan, sesulit apapun pasti ada solusinya, dan sangat bermanfaat bagi kehidupan kelak (walaupun saat itu belum tahu seberapa berguna). Syukurlah beliau berkata bahwa saya harus menyukai, bukan bisa/jago Matematika. Sungguh luar biasa, hal itu berjalan dengan baik. Saya bukan orang yang sangat istimewa dalam Matematika, namun saya bukan orang yang mudah menyerah dengan persoalan Matematika. Kesulitan justru menjadi pemicu semangat untuk mencari solusi. Mengapa saya bersemangat? Karena saya menyukainya. Contoh berikutnya: Ketika belajar tentang gizi di SD, saya tahu apa-apa saja yang bermanfaat bagi tubuh. Ketika saya tahu bahwa makanan/minuman tersebut bermanfaat, maka saya mengatakan/memerintahkan pada diri sendiri untuk menyukainya. Terlepas dari beberapa makanan yang rasanya pahit, getir, pedas, dan sebagainya, perintah yang saya berikan kepada diri sendiri ternyata berhasil. Hingga saat tulisan ini saya ketik, saya belum menemukan satu makanan/minuman pun yang tidak disukai, kecuali jika itu merusak tubuh.

Sekarang kita beranjak kepada cinta, dan pertanyaannya adalah: apa itu cinta? Bertahun-tahun saya berusaha mencari definisi dari cinta, tapi sejauh ini cukup sulit untuk mendefinisikan cinta secara sempurnya. Hal ini seperti sudah dibahas diatas, karena cakupan cinta sangat luas sekaligus spesifik. Namun ada kabar baik. Kita masih bisa mengenali hal-hal yang disebut sebagai indikasi adanya cinta, atau perbuatan-perbuatan yang menyiratkan adanya cinta di dalamnya. Dengan kata lain, orang yang mempunyai cinta dalam tingkat yang paling murni akan mempunyai ciri-ciri tersebut. Walaupun kita tidak bisa mengatakan dengan pasti bahwa seseorang melakukan perbuatan-perbuatan itu karena cinta. Mengapa demikian? Karena motivasi dari sebuah tindakan/perbuatan hanya orang tersebut dan Tuhan yang mengetahuinya.

“Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.”

Saya tidak akan membahas satu-persatu kalimat-kalimat yang sangat elok diatas. Kita bisa merefleksikannya pada diri kita sendiri. Adakah kita telah memenuhi semuanya? Sepertinya kalau kita bercermin dan menilik ke hati kita yang terdalam, kita akan mendapati diri kita jauh dari memenuhi hal-hal tersebut. Kita mendapati diri kita sebagai pecinta yang sangat buruk. Mengapa kita mendapati diri sebagai pecinta yang buruk? Karena sesungguhnya cinta tidak bisa kita hasilkan dengan sendirinya. Cinta seperti yang diindikasikan oleh kalimat diatas adalah cinta yang tidak bisa kita hasilkan sendiri. Seperti sebuah sungai yang mengalir dari gunung ke laut yang memiliki sumber mata air, cinta juga punya sumber yang itu pasti bukan diri kita sendiri. Orang yang tidak pernah atau mendapat cinta, akan sulit untuk mencintai. Kita hanya bisa memberi/berbagi sesuatu yang kita miliki. Jika kita memiliki (hasil dari menerima) kasih yang cuma sedikit, maka kita hanya bisa memberi sedikit kasih itu. Jika memiliki kasih yang banyak, maka bisa memberi kasih yang banyak. Jika merasa tidak dikasihi, maka sangat sulit untuk mengasihi.

Jika anda saat ini sedang dalam keadaan kekeringan kasih, dan menginginkan bahwa orang-orang yang seharusnya mengasihi anda akan datang untuk memberikan kasih itu, saran saya adalah: kubur keinginan anda sebelum anda semakin kecewa terhadap mereka. Lalu darimana bisa didapatkan kasih itu? Dari Sumber Kehidupan lah kita bisa mendapatkannya. Dialah Tuhan, Pencipta kita, yang bukan hanya memberikan kasih, tapi kasih-Nya lah yang sempurnya dan tiada taranya. Tak bisa dibandingkan dengan kasih yang pernah kita harapkan dari keluarga, kawan, sahabat, dan kekasih. Saat kasih-Nya mengisi hidup kita, Ia tidak akan mengisinya separuh, namun penuh, utuh. Sehingga kita tidak akan kekurangan lagi. Dengan demikian, pada gilirannya kita sanggup memberi/membagi kasih itu kepada sesama, dengan jalan membawa mereka kepada Sang Sumber.

4 comments:

Unknown said...

Keren banget tulisannya... Jgn pernah takut untuk mencintai,kita belajar mengenal cinta,dr pengalaman kita sendiri. Oh ya,tulisan yg dicetak miring,bersumber dr mana ya?

Danu Retakson said...

Terimakasih. Yup, saya percaya kalau cinta itu mengalahkan ketakutan. Sumbernya dari abad pertama :)

Anonymous said...

Sangat menohok ketika ditulis "kita adalah pecinta yang buruk" - yah, kenyataan yang pahit.. karena standarnya cukup tinggi. Alasan lain, karena bukan dari sumber kasih yang benar.. bagus dan cukup tegas membahas macam-macam kemiripan suka, cinta dan romantisme.
Ditunggu pembahasan selanjutnya ;)

Danu Retakson said...

Hehehe. Valen juga, ditunggu tulisan berikutnya.