Pages

Sunday, June 22, 2014

Berempati Pada Kemenangan

Masih segar dalam ingatan beberapa hari yang lalu dalam perhelatan piala dunia, dimana Jerman mengalahkan Portugal dengan skor yang cukup telak 4-0. Kita tahu bahwa Portugal punya salah satu pemain terbaik dunia yang juga rupawan yaitu Cristiano Ronaldo. Karena ketampanannya banyak gadis terpesona. Namun ketika berhadapan dengan timnas Jerman, Ronaldo seolah tidak berkutik. Para gadis banyak yang histeris sambil menyemangati agar Ronaldo bisa mencetak gol. Hasilnya? nihil.

Sepakbola adalah olahraga tim. Satu orang pemain terbaik tidak bisa mengatasi sebelas pemain hebat. Kita tahu bahwa kualitas pemain Jerman juga merata. Baik tim utama maupun pelapis memiliki kualitas yang sepadan. Kerjasama mereka juga sangat baik di lapangan. Tidak mengherankan mengingat sebagian besar pemainnya berkompetisi di liga domestik.

Kepada para gadis penggemar Ronaldo, saya turut prihatin. Ini ungkapan tulus. Saya mengakui Portugal tim yang hebat, tapi secara realistis Jerman lebih hebat. Saya sedih atas kekalahan Portugal, namun juga senang atas kemenangan Jerman. Apakah saya bunglon? Tentu tidak. Kebenarannya adalah saya menyukai sepakbola lebih dari saya menyukai kedua tim yang bertanding.

Dua ribu tahun yang lalu seseorang pernah berkata, "Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis!". Secara sederhana nasihat ini saya terjemahkan menjadi, berempatilah!. Empati saya gambarkan sebagai memposisikan diri sebagai orang lain sehingga kita bisa menyelami pikiran dan perasaannya. Selama ini mungkin kita hanya memahami empati diberikan kepada para korban, para pecundang, dan orang-orang yang tersisihkan. Kita telah familiar dengan empati pada kekalahan, padahal kita juga perlu berempati pada kemenangan.

Hari-hari mendatang kita menjelang pemilu presiden. Bagi pihak yang kalah tentu mengalami kesedihan, dan bagi pemenang sukacitalah yang diperoleh. Mungkin analogi ini tidak sepenuhnya tepat, tapi saya menganggap pilpres adalah pertandingan yang dilakukan dengan sportivitas dan semangat cinta tanah air. Sama dengan sepakbola dimana sportivitas dan cinta kepada sepakbola yang melandasinya. Pilpres bukan pertandingan yang dilandasi kebencian dan permusuhan, namun kecintaan dan persahabatan. Seperti halnya dalam pertandingan sepakbola, kedua tim akan bersalaman dan bertukar kaos seusai pertandingan, demikianlah hendaknya pesta demokrasi ini kita jalani.

Natur jahat kita adalah susah lihat orang senang dan senang lihat orang susah. Namun natur manusia beradab adalah berempati terhadap sesama apapun kondisinya. Bersukacita dengan mereka yang bersukacita, dan berdukacita dengan mereka yang berdukacita.

0 comments: