Perjumpaan pertama dengan seseorang bisa memunculkan kesan tertentu. Ada yang sangat terkesan baik, pun juga sangat buruk, ada yang kurang berkesan, dan lainnya justru tidak berkesan sama sekali. Bagi yang sangat berkesan mungkin peristiwa itu masih terekam sampai ke setiap detailnya. Bagi yang sama sekali tidak berkesan, jangankan detailnya, peristiwanya pun mungkin sudah lupa.
Berbicara tentang perjumpaan pertama, pikiran saya segera mengarah kepada perjumpaan pribadi dengan Tuhan. Cukup banyak terdengar kisah-kisah luar biasa dari pribadi-pribadi yang mengalami perjumpaan pertama dengan Tuhan. Sebagian sangat spektakuler, sebagian cukup spektakuler, dan sebagian lagi terasa biasa. Tetapi apapun nuansa yang terkesan diantara para pemirsa, bagi pelaku pengalaman itu sangat berharga dan mengubahkan.
Bagi saya secara pribadi, perjumpaan pertama dengan Tuhan tidak terjadi secara spektakuler dan gegap gempita. Dia menyapa saya di kamar, pada Desember 1998. Ketika itu saya baru beberapa bulan menyandang status sebagai siswa SLTP atau SMP. Saya tipikal anak yang biasa saja pada waktu itu. Tidak terlalu nakal, juga tidak terlalu polos. Saya merasa tidak ada yang salah atau kurang dalam diri. Mungkin ada beberapa hal yang saya harap bisa berubah berkenaan dengan kondisi keluarga, namun itu bukan hal yang terlalu besar kala itu.
Sudah menjadi kebiasaan keluarga kami untuk nyetel radio Bahtera Suara Yudha dari pukul 5 pagi hingga 12 malam. FYI, radio itu adalah radio di Surabaya yang pada waktu itu boleh dikatakan pertama dan satu-satunya ber-genre rohani. Memasuki bulan Desember tema Natal selalu menghiasi setiap program. Lagu-lagu, perbincangan, dan khotbah-khotbah pun sebagian besar bertemakan Natal. Kisah tentang Anak Allah yang turun ke dunia karena kasih untuk pertama kalinya meresap ke dinding hati. Hari demi hari resapan itu menembus hati, membuatnya basah, hingga meluap memenuhi jiwa dan roh.
Saya tidak ingat apa yang sedang saya dengarkan ketika itu, namun jiwa saya merasakan kehausan yang dahsyat. Perlahan saya mulai membaca kitab-kitab Injil. Tidak seluruhnya, hanya cuplikan-cuplikan tertentu, hingga pada Injil Yohanes air mata mulai berlinang. Dengan siaran radio yang sayup-sayup berkumandang, jiwa ini terlingkupi oleh sejenis cinta yang aneh. Cinta yang belum pernah saya kenali sebelumnya. Melebihi cinta orangtua yang selama ini saya nikmati. Cinta yang aneh dan tak terbendung ini sungguh memabukkan. Dengan mulut bergetar dan terasa asin oleh air mata saya berdoa, : "Yesus, aku mengasihi-Mu. Terimakasih karena Kau mengasihiku lebih dulu dan datang ke dunia untuk menebus dosaku. Aku orang berdosa, ampunilah aku. Aku buka hatiku, masuklah dan jadilah Tuhan atas hidupku, selamanya. Amin". Doa ini mirip formula doa yang sering saya dengar di akhir film Yesus Kristus. Ya, karena memang film itu hampir setiap tahun diputar di TV, pun audionya diputar di radio, maka tidak sulit bagi saya untuk mengingatnya.
Kasih dan pengampunan-Nya mengalir seperti sungai yang menyegarkan. Seluruh tubuh ini serasa sedang hanyut dalam suatu aliran yang menenggelamkan namun tak mematikan. Sejak saat itu saya mengerti artinya diampuni dan ditebus, dimerdekakan serta dijadikan warga negara yang bebas, warga kerajaan Tuhan.
Selama beberapa menit kemudian waktu terasa lambat berlalu. Dengan badan yang rebah di atas kasur, dengan lelehan air mata yang masih membasahi pipi, saya hanya menikmati saat berdua dengan-Nya sambil tersenyum. Jika ada orang yang masuk dan melihat kondisi saya pada waktu itu, mungkin dia akan berpikir saya aneh karena nangis sambil senyum-senyum sendiri di kamar. Musik rohani masih terlantun melalui radio, melantunkan pujian yang dibawakan Giving My Best,
Jadikan aku indah
Yang kau pandang mulia
Seturut karya-Mu
Di dalam hidupku
Ajar ku berharap
Hanya kepada-Mu
Taat dan setia
Kepada-Mu Tuhan
Dan hari itu, untuk pertama kalinya doa itu terucap dari mulut saya. Di kamar, seorang diri, tanpa altar call, dalam kesederhanaan suasana, dalam keculunan seorang bocah 12 tahun, jumpa pertama dengan cinta pertama yang menjadi awal jalinan cinta Khalik dan makhluknya.
Kini, hampir 16 tahun sejak peristiwa itu berlalu, kisah cinta itu terus terajut. Tak selalu indah karena kadangkala saya membuat kekacauan, tapi Dia tak pernah menyerah. Itulah sebabnya saya pun tak ingin menyerah. Ujung dari kisah ini adalah perjamuan kawin dan kebersamaan kekal dengan-Nya. Namun sebelum semua itu terjadi, saya harus membuktikan kesetiaan iman.
Inilah kisah yang biasa dari orang biasa yang diangkat oleh Tuhan yang luar biasa untuk menjadi bagian dari rencana-Nya yang luar biasa di sepanjang sejarah umat manusia.
Bagaimana kisahmu?
1 comments:
wow, terima kasih dah dengerin Bahtera Yudha FM
tetap dengerin ya...(gideon yusdianto)
www.bahterayudhafm.com
Post a Comment