Pages

Friday, July 18, 2014

Cita-cita Buku Sejarah

Pagi ini, saat pulang kerja, seperti biasa saya melewati sebuah pemakaman. Saat melaluinya tercium bebauan khas. Aroma tanah basah dan semerbak bunga kamboja memberi kesan menyegarkan.

Pemakaman terlewati, dan seketika itu saya teringat bahwa itulah rumah bagi raga jika jiwa berpulang kepada Sang Empunya. Ya, kematian adalah hal paling pasti dari kehidupan yang fana di bumi.

Seketika ingatan saya meluncur pada belasan tahun lalu ketika masih duduk di setelah dasar (SD). Saat SD saya pernah punya cita-cita agar nama saya tertulis di buku sejarah nasional. Terasa cukup lucu jika dipikirkan lagi saat ini.

Sambil tetap berkendara saya berpikir betapa polosnya keinginan saya waktu kecil. Ingin namanya tertulis di buku sejarah tapi tidak terbayang sejarah apa yang dibuat. Maka kemungkinan apapun terbuka untuk mengisinya. Inilah salah satu kekurangan saya(mungkin sebagian orang menganggapnya kelebihan) bahwa saya lebih suka berpikir garis besar daripada spesifik. Kabar baiknya, saya bisa mengisi buku sejarah sebagai siapa dan apa yang mengerjakan apapun, yang di kemudian hari tidak berpotensi membuat malu karena cita-cita spesifiknya meleset. Namun pola pikir itu juga membuat saya menjadi orang dengan kemampuan pas-pasan, merata di beberapa bidang. Bisa ini itu dengan kemampuan yang biasa.

Dengan kemampuan biasa saja ini tentunya sangat sulit bagi saya untuk menorehkan nama di buku sejarah nasional. Karena untuk bisa dikenang secara nasional saya harus punya prestasi spesifik dengan tingkat kemahiran tertentu. Saya bisa melakukan kebaikan yang ultimate, atau justru sebaliknya keburukan yang nyleneh. Dari sini saya menarik dua pelajaran. Pertama, saya perlu menjadi lebih spesifik. Kedua, saya harus meningkatkan level.

Sebenarnya saya sudah tidak terlalu tertarik mengejar cita-cita polos itu. Mungkin karena sampai sekarang belum ada prestasi yang layak membuat nama saya dicetak pada buku sejarah nasional. Namun, saya masih punya keinginan besar untuk berdaya guna bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Memberi warisan teladan bagi generasi berikutnya. Membuat anak cucu saya bangga bahwa mereka dilahirkan dari keturunan orang yang mengabdi pada negeri dengan setia melalui caranya sendiri.

2 comments:

Unknown said...

Salut!!!!!!! :D ditunggu karya "spesifik"nya, Danu :)

Danu Retakson said...

makasih Valen :)
ayo berkarya