Beberapa tahun belakangan, saya cuti dari hingar bingar Natal. Tahun demi tahun berlalu dengan perenungan sederhana dan berbagi keceriaan bersama keluarga dan komunitas.
Ada sedikit yang berbeda di tahun ini. Saya kembali menyaksikan Natal yang hingar bingar dari sejak persiapan hingga pelaksanaannya. Walaupun tetap saja posisi saya adalah penonton, penikmat, pemirsa semata.
Semua kesibukan yang dijalani para pengisi acara itu membuat saya sejenak berpikir: betapa luar biasanya orang-orang ini, menyediakan waktu di tengah perannya sebagai ayah, ibu, suami, istri, anak, kakak, adik, pekerja, atau pelajar. Kemudian hati saya berbisik, "Tuhan, sebenarnya Kau ingin kami merayakan Natal dengan cara bagaimana?". Pertanyaan itu terus terngiang di kepala siang dan malam. Hingga suatu saat saya tiba pada dua kata sederhana, yaitu perayaan dan peringatan.
Menurut KBBI arti kata perayaan: pesta (keramaian dan sebagainya) untuk merayakan suatu peristiwa. Tentu definisi ini tidak mentah mentah saya telan, karena yang saya hendak cari bukan perayaan menurut kamus bahasa. Namun setidaknya definisi itu bisa menjembatani perenungan ini. Kata dasar dari perayaan adalah raya, dan arti kata raya adalah besar. Secara sederhana perayaan bisa diartikan pembesaran atau membuat jadi besar. Saya bisa katakan perayaan itu seperti menaruh kaca pembesar di depan sebuah benda atau menampilkan sebuah gambar melalui proyektor sehingga tampak pada layar. Tujuan kedua hal tersebut sama, yakni membuat sesuatu tampak lebih besar. Lantas apa yang dibuat tampak besar dalam perayaan Natal? Apa atau siapa yang kita proyeksikan pada perayaan Natal kita? Mari kita jawab sendiri.
Kedua, Natal adalah perayaan yang berupa peringatan. Artinya kita merayakan sebuah peristiwa yang sudah pernah terjadi. Peringatan diadakan supaya kita ingat akan peristiwa itu. Mengapa saya membahas tentang peringatan? Karena ada perayaan yang berkaitan dengan peristiwa yang sedang terjadi dan hanya terjadi sekali, mis: perayaan pernikahan atau perayaan kelulusan sekolah. Karena Natal adalah peristiwa yang sudah terjadi 2000 tahun yang lalu maka sejatinya tidak sulit bagi kita untuk menetapkan fokus kepada apa yang diperingkati. Lalu, apa yang kita peringati saat Natal?
Namun, jika kita menelusuri Alkitab, tidak akan ditemukan keterangan tentang bagaimana jemaat mula-mula merayakan Natal. Pertanyaan lebih mendasarnya adalah: apakah jemaat mula-mula juga merayakan Natal? Atau apakah Yesus memerintahkan murid-murid untuk merayakan kelahiran-Nya? Pertanyaan-pertanyaan ini bagi umat Kristen sendiri kerap menimbulkan polemik. Akibatnya ada golongan yang anti dengan perayaan Natal, ada golongan yang pro dan tidak mempermasalahkan perayaan Natal.
Sejauh yang kita tahu tentang peringatan yang dilakukan oleh jemaat mula-mula adalah perjamuan Tuhan yang mengingatkan kita akan pengorbanan Kristus. Namun bukan berarti merayakan kelahiran Yesus Kristus ke dunia adalah dosa. Tidak semua hal yang tidak tertulis di Alkitab itu tidak boleh dilakukan.
Akhirnya, perenungan yang agak geje ini saya tutup dengan ucapan SELAMAT NATAL.
Ada sedikit yang berbeda di tahun ini. Saya kembali menyaksikan Natal yang hingar bingar dari sejak persiapan hingga pelaksanaannya. Walaupun tetap saja posisi saya adalah penonton, penikmat, pemirsa semata.
Semua kesibukan yang dijalani para pengisi acara itu membuat saya sejenak berpikir: betapa luar biasanya orang-orang ini, menyediakan waktu di tengah perannya sebagai ayah, ibu, suami, istri, anak, kakak, adik, pekerja, atau pelajar. Kemudian hati saya berbisik, "Tuhan, sebenarnya Kau ingin kami merayakan Natal dengan cara bagaimana?". Pertanyaan itu terus terngiang di kepala siang dan malam. Hingga suatu saat saya tiba pada dua kata sederhana, yaitu perayaan dan peringatan.
Menurut KBBI arti kata perayaan: pesta (keramaian dan sebagainya) untuk merayakan suatu peristiwa. Tentu definisi ini tidak mentah mentah saya telan, karena yang saya hendak cari bukan perayaan menurut kamus bahasa. Namun setidaknya definisi itu bisa menjembatani perenungan ini. Kata dasar dari perayaan adalah raya, dan arti kata raya adalah besar. Secara sederhana perayaan bisa diartikan pembesaran atau membuat jadi besar. Saya bisa katakan perayaan itu seperti menaruh kaca pembesar di depan sebuah benda atau menampilkan sebuah gambar melalui proyektor sehingga tampak pada layar. Tujuan kedua hal tersebut sama, yakni membuat sesuatu tampak lebih besar. Lantas apa yang dibuat tampak besar dalam perayaan Natal? Apa atau siapa yang kita proyeksikan pada perayaan Natal kita? Mari kita jawab sendiri.
Kedua, Natal adalah perayaan yang berupa peringatan. Artinya kita merayakan sebuah peristiwa yang sudah pernah terjadi. Peringatan diadakan supaya kita ingat akan peristiwa itu. Mengapa saya membahas tentang peringatan? Karena ada perayaan yang berkaitan dengan peristiwa yang sedang terjadi dan hanya terjadi sekali, mis: perayaan pernikahan atau perayaan kelulusan sekolah. Karena Natal adalah peristiwa yang sudah terjadi 2000 tahun yang lalu maka sejatinya tidak sulit bagi kita untuk menetapkan fokus kepada apa yang diperingkati. Lalu, apa yang kita peringati saat Natal?
Namun, jika kita menelusuri Alkitab, tidak akan ditemukan keterangan tentang bagaimana jemaat mula-mula merayakan Natal. Pertanyaan lebih mendasarnya adalah: apakah jemaat mula-mula juga merayakan Natal? Atau apakah Yesus memerintahkan murid-murid untuk merayakan kelahiran-Nya? Pertanyaan-pertanyaan ini bagi umat Kristen sendiri kerap menimbulkan polemik. Akibatnya ada golongan yang anti dengan perayaan Natal, ada golongan yang pro dan tidak mempermasalahkan perayaan Natal.
Sejauh yang kita tahu tentang peringatan yang dilakukan oleh jemaat mula-mula adalah perjamuan Tuhan yang mengingatkan kita akan pengorbanan Kristus. Namun bukan berarti merayakan kelahiran Yesus Kristus ke dunia adalah dosa. Tidak semua hal yang tidak tertulis di Alkitab itu tidak boleh dilakukan.
Akhirnya, perenungan yang agak geje ini saya tutup dengan ucapan SELAMAT NATAL.
1 comments:
Mantapppp.. Selamat Natal Danu ..
Post a Comment