Tanggal 25 Desember 2008 datang sebuah SMS, “Selamat Natal Mas,
bla...bla..bla..”, kemudian saya merespon kira-kira begini, “Natal ulang
tahunnya siapa? Tuhan Yesus kan. Kok ngucapin ke aku?”. Jawaban saya yang nyegeki (bikin keki) sangat mungkin
bikin sang pengirim marah (setidaknya dalam hati), bete, sedih, kesal, dan semacamnya. Hehehe, bukannya saya tidak mau
menerima ucapan selamat Natal. Hanya saja kadang saya merasa aneh karena yang
ulang tahun bukan saya kok saya yang diberi ucapan. Para pembaca boleh berlega
hati karena saya sudah minta maaf kepada sang pengirim SMS, dan di Natal
berikutnya saya mengucapkan selamat Natal lebih dahulu kepadanya.
Berangkat dari peristiwa itu, saya mulai merenung dan mencari kian kemari
tentang perayaan Natal. Sebenarnya perlukah merayakan Natal di tanggal 25
Desember? Alkitab tidak menuliskan ada perayaan Natal di jemaat mula-mula,
bahkan tidak tertulis Yesus merayakan ulang tahun dan tidak memerintahkan
murid-murid-Nya untuk memperingati hari kelahiran-Nya. Justru peringatan
kematian-Nya yang dikenal sebagai peristiwa Paskah lah yang jelas-jelas
diperintahkan untuk dilakukan malah terkesan kurang “nendang” dibanding Natal
(entah ini perasaan pribadi atau anda juga merasa demikian). Di kalangan
Kristen sendiri muncul orang-orang yang merayakan Natal dan ada yang tidak. Harap
pembaca ketahui, saya tidak anti dengan perayaan Natal, walaupun saya
sebenarnya muak dengan peringatan Natal yang memberikan porsi yang sangat kecil
kepada Yesus dan memberi perhatian berlebihan kepada pernak-pernik. Untuk
menjawab hal ini kita perlu sepakat tentang suatu hal bahwa: ada hal-hal yang
tidak diatur secara spesifik dalam Alkitab, dan bukan berarti hal tersebut
tidak boleh dilakukan (sebagai pembanding, anda dapat membaca tulisan saya
terdahulu tentang Valentine-Februari 2013). Saya meminjam nasihat Rasul Paulus
untuk mendasari pembahasan ini:
1 Kor 10:23 TB LAI
"Segala sesuatu
diperbolehkan." Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. "Segala
sesuatu diperbolehkan." Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun.
Walaupun perayaan Natal tidak diperintahkan di Alkitab, namun bukan berarti
tidak boleh dilakukan. Selama perayaan itu berguna dan membangun maka sah-sah
saja dilakukan. Dan yang terpenting, Yesus menjadi pusat dari semuanya, menjadi
fokus dari Natal, melebihi semua kemeriahan kumpul-kumpul, pernak-pernik, dan
hadiah-hadiah. Sebagai pembanding, kita kenal Ki Hajar Dewantara yang tanggal
kelahirannya, 2 Mei, diperingati (dirayakan) sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Kelahiran tokoh revolusioner tentu saja sangat layak diperingati. Jika sebagai
orang Indonesia kita tidak keberatan merayakan Hari Pendidikan Nasional, tentu
sebagai orang Kristen tidak sepatutunya kita menyerang saudara-saudara kita
yang merayakan Natal. Nah, implikasi dari premis bahwa peringatan Natal tidak
diperintahkan dalam Alkitab juga adalah sebagai berikut: orang Kristen pun
tidak melakukan kesalahan jika tidak merayakan Natal di tanggal 25 Desember.
Jadi, bagi saudaraku yang merayakan ataupun tidak, janganlah saling menyerang.
Kontroversi perayaan Natal tidak berhenti sampai disini. Ada tuduhan jika
perayaan Natal dibuat sebagai tandingan dari perayaan kelahiran dewa matahari.
Lagipula, ada beberapa kontroversi mengenai kapan Yesus lahir. Ada yang berkata
Yesus tidak lahir di bulan Desember, dan ada pula yang memberikan
pembuktian-pembuktian bahwa perkiraan Yesus lahir bulan Desember itu boleh jadi
benar. Ulasan saya tentang hal ini: karena saya seorang Kristen, dan saya
meyakini bahwa dewa matahari itu tidak ada (eksis), maka tuduhan tentang
menyaingi perayaan kelahiran dewa matahari itu sungguh konyol. Jika bapak
gereja memerintahkan perayaan Natal tanggal 25 Desember hanya untuk menandingi
perayaan lain tentu mereka sangat picik, dan saya berpendapat bahwa mereka tidak
mungkin melakukannya. Kedua, sekalipun perayaan itu bertepatan harinya, tidak
lantas itu berarti perayaan tandingan. Sebagai contoh: Jika tanggal lahir saya sama
dengan Emha Ainun Najib (cak Nun), bukan berarti saya membuat perayaan
tandingan ulang tahun beliau jika kami sama-sama merayakan ulang tahun.
Terakhir, yang teramat penting untuk direnungkan dalam peringatan Natal,
baik itu yang diperingati dengan sederhana maupun dirayakan dengan meriah
adalah: Yesus harus jadi pusat semua peringatan itu!. Natal tentu adalah
peristiwa penting. Tanpa Natal (kelahiran), maka tidak ada
pengajaran-pengajaran-Nya, tidak ada pelayanan-Nya di bumi sebagai rabbi, dan
terlebih lagi tidak ada karya keselamatan melalui kematian-Nya di kayu salib. Dan
tidak ada pula kebangkitan-Nya yang memberi jaminan kehidupan bagi kita yang
percaya. Tanpa itu semua, sia-sialah kepercayaan kita. Namun syukur kepada
Allah, bahwa Ia mengaruniakan Anak-Nya Yang Tunggal, supaya yang percaya
kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Yesus bukan hanya
tokoh revolusioner yang secara sejarah pernah ada di dunia, Dia adalah Tuhan,
Mesias, Juruselamat, dan Pencipta alam semesta.
Selamat Natal.